Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Pahamilah, bersiteguhlah, dan menyerahlah!

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 14 Oktober 2013

Aslinya diterbitkan di edisi Juli 2013 majalah The Christian Science Journal


Sungguh menggelikan bahwa kita dapat begitu terserap pada diri sendiri saat berdoa untuk mendapat kesembuhan dalam Ilmupengetahuan Kristen, padahal sesungguhnya yang diperlukan adalah mengasihi Allah dengan sepenuh hati. 

Merasa bahwa kita benar-benar mahir berdoa seperti itu, atau benar-benar tidak mahir, atau antara mahir dan tidak mahir, dapat menjadi batu sandungan yang paling buruk dalam menyembuhkan diri sendiri atau orang lain. Mengapa demikian? Karena budi insani bukanlah “tenaga yang menyembuhkan”—sesungguhnya, bahkan bukan suatu “faktor” dalam Asas Ilmupengetahuan Kristen (Mary Baker Eddy, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. x). Penyembuhan terjadi manakala budi insani menyerah kepada Allah, Kasih ilahi, Budi yang membuangkan segala ketakutan, keraguan, sikap menyalahkan diri sendiri, kebanggaan pribadi, penyakit, dan semua kejahatan yang dapat kita bayangkan.

Tentu saja ini bukan berarti bahwa kita harus bersifat pasif, atau bersandar kepada kepercayaan buta. Sama sekali tidak. Untuk menyembuhkan penyakit atau tidakselarasan jenis apa pun dalam Ilmupengetahuan Kristen, kita harus menjadi pemikir. Kita harus mengasihi pemahaman dasar mengenai Allah dan ciptaanNya, dan bersiteguh di hadapan penyangkalan kesaksian kebendaan. Tetapi yang paling penting, agar kuasa penyembuhan Kasih ilahi dapat kita rasakan dan kita alami, setiap langkah perjalanan kita harus tunduk atau menyerah kepada Allah. 

Menyerah atau tunduk, merupakan langkah utama dalam penyembuhan, dan itulah sebabnya baik Kristus Yesus, teladan agung dalam penyembuhan Kristiani, maupun Mary Baker Eddy, penemu hukum ilahi penyembuhan Kristiani, menekankan agar kerendahan hati serta kasih seperti yang dinyatakan anak-anak, menetap di hati kita, sehingga roh Allah yang maha-kuasa dapat menangani kasus yang kita hadapi. Bagaimanapun juga, kita hanya menjadi “penyembuh” dalam Ilmupengetahuan Kristen jika membiarkan Allah memimpin kita. 

Menyerah kepada pengertian rohaniah 

Jika kita renungkan, sikap tunduk atau menyerah bukanlah suatu misteri; setiap hari kita melakukannya sehubungan dengan fakta yang kita pahami. Kita tahu bahwa matahari tidak terbit dan terbenam karena telah dibuktikan bahwa bumilah yang berputar. Kita mengakui bahwa aturan matematika dikuasai oleh asas yang tidak berubah, karena telah dibuktikan demikian. Tidak ada peluang tawar-menawar jika kita berhadapan dengan fakta-fakta yang telah dibuktikan. Fakta-fakta tersebut hanya perlu diterima, lalu kita dapat melangkah maju. 

Demikian pula, telah dibuktikan berkali-kali melalui Ilmupemgetahuan Kristen, meskipun kesaksian kebendaan menyangkalnya, bahwa Roh yang tidak berhingga, Allah—yang sepenuhnya baik, dan tidak menyisakan tempat bagi kejahatan yang sekecil-kecilnya pun—adalah Asas yang tetap yang menguasai semua ciptaan. Ini adalah kebenaran yang tidak dapat disangkal, dan jika kita menerimanya sebagai tidak dapat disangkal, maka jalan akan terbuka bagi Kasih ilahi untuk memajukan kita dalam pembuktian akan kekudusan dan kesehatan.

Maka inilah hal mendasar yang harus kita pahami: Indera kebendaan—mata,  telinga, dsb.—tidak pernah memberitahukan kebenaran mengenai apa pun. Untuk mendapatkan kebenaran, kita perlu datang kepada Allah. Bertolak dari kemahakuasaan Roh, kita dapat sampai kepada kesimpulan  yang benar mengenai kesejatian dan keabadian alam semesta serta manusia (yang berarti setiap orang di antara kita dalam jati dirinya yang sesungguhnya). Contoh yang dapat mewakili semuanya mengenai penalaran seperti ini terdapat dalam “pernyataan ilmiah tentang wujud” di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan: “Tidak ada hidup, kebenaran, kecerdasan, atau substansi dalam zat. Segala-galanya ialah Budi yang tidak berhingga dengan penyataanNya yang tidak berhingga, karena Allah adalah Semua-dalam-semua. Roh adalah Kebenaran yang baka; zat ialah kesesatan yang fana. Roh adalah yang sejati dan abadi; zat ialah yang tidak sejati dan bersifat sementara. Roh adalah Allah, dan manusia ialah gambar dan keserupaanNya. Oleh karena itu manusia tidak bersifat kebendaan; ia bersifat rohaniah” (hlm. 468).

Memahami dan mengasihi Allah atas dasar ini, kita dapat dengan setia dan penuh pembaktian, berdiri teguh di pihak (bukan menggantikan!) Allah—dan tidak memberi kepercayaan atau kuasa kepada yang disebutkan sebagai kesaksian penanggapan kebendaan yang berdusta. Kita perlu melakukan hal ini dalam semua kasus yang memerlukan penyembuhan. Di sinilah keteguhan dibutuhkan.   

Menyerah dengan keteguhan 

Mungkin terdengar tidak lazim berbicara tentang menyerah dan keteguhan pada saat yang sama, tetapi kita telah mengakui bahwa menerima fakta yang telah dibuktikan bahwa Allah adalah pemerintah yang maha-tinggi merupakan sikap menyerah. Dan kita menemukan pernyataan berikut di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan di bab “Memperaktekkan Ilmupengetahuan Kristen”: “Berpeganglah teguh kepada pengertian, bahwa Budi ilahi memerintah, dan bahwa dalam Ilmupengetahuan manusia mencerminkan pemerintahan Allah” (hlm. 393). Bagi saya ini berarti saya harus bersiteguh dalam menyerah kepada Allah, dan juga bersiteguh dalam tidak menyerah kepada yang disangkakan sebagai kuasa atau kesejatian lain yang mana juapun. Dengan perkataan lain, menyerah kepada Allah tanpa reserve.

Menyerah kepada Allah tanpa reserve merupakan satu-satunya jalan untuk mematuhi perintah Yesus agar kita mengasihi Allah dengan sepenuh hati (lihat Matius 22:37), dan dengan demikian merasakan kasihNya kepada kita. Dan melalui kasih kepada Allah yang kita nyatakan secara aktif, kita bisa tidak bergeming di hadapan kesaksian penanggapan kebendaan, dan yakin akan kuasa Allah, seperti sikap yang ditunjukkan Ny. Eddy. Bagi Ny. Eddy, Allah merupakan satu-satunya kehadiran yang nyata, yang secara mental diakrabinya dari saat ke saat. Hal ini menjelaskan mengapa doanya dapat menyembuhkan dengan cepat.

Agar doa kita, dan doa seluruh umat manusia dapat bermanfaat juga, Ny. Eddy telah mengajarkan—dan sekarang pun masih mengajarkan melalui karya-karya tulisnya—bagaimana kita dapat menjadikan pikiran kita sadar akan kesatuan kita dengan Allah yang hidup, dan menyerah kepada kasihNya. Salah satu aspek dari ajaran ini adalah mendoakan apa yang perlu disembuhkan melalui argumentasi mental—bukan berargumentasi dengan Allah, melainkan berargumentasi di pihak Allah, Hidup, Kebenaran, dan Kasih, sebagai satu-satunya kesejatian wujud. Sesungguhnya ini adalah penalaran yang sama sebagaimana dinyatakan dalam “pernyataan ilmiah tentang wujud” seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Argumentasi mental ini menarik kesimpulan dari Kebenaran rohaniah yang tidak dapat dibantah, untuk menyangkal, membalikkan, dan menggantikan pernyataan spesifik ketidakselarasan atau penyakit yang nyata bagi penanggapan kebendaan dan menyebabkan penderitaan.

Tujuan argumentasi mental dalam Ilmupengetahuan Kristen adalah untuk berpihak dengan sepenuh hati kepada Allah, dan kepada pasien sebagai cerminan Allah yang utuh dan sempurna, sehingga kesempurnaan Allah dan manusia menjadi begitu sejati bagi kita dan semua kesaksian yang menyangkalnya kehilangan kesejatiannya dalam pikiran kita. Saat itulah kesembuhan terjadi. Argumentasi itu sendiri tidak mendatangkan kesembuhan; hal itu hanya menjadikan pikiran kita selaras dengan kesehatan serta kekudusan yang senantiasa hadir dan dipertahankan Allah dalam manusia.

Terkadang kesaksian pananggapan kebendaan mengenai dosa dan penyakit seakan begitu sejati bagi orang yang berdoa untuk mendapatkan kesembuhan, sehingga argumentasi mentalnya menjauh dari Allah, kebaikan, sebagai satu-satunya sebab, dan terperosok dalam upaya untuk menemukan sebab dari masalah tersebut—dalam kepercayaan insani yang umum, atau dalam pikiran si pasien, atau dalam pikiran kita sendiri. Maka kesulitan itu seakan menjadi semakin nyata, dan hal-hal yang berkenaan dengan Allah semakin kurang nyata. Dalam upaya kita untuk keluar dari kubangan ini, ada kecenderungan untuk menjadikan argumentasi tersebut sebagai suatu kegiatan intelektual yang diulang-ulang, menyatakan berkali-kali bahwa Kebenaran adalah sejati dan penanggapan kebendaan tidak sejati, sementara kita terus-menerus bertanya-tanya mengapa upaya kita tidak menghasilkan kesembuhan.

Penangkalnya tidak ditemukan dalam pernyataan bahwa kita mengasihi Allah melainkan dalam roh yang menunjukkan bahwa kita cukup mengasihi Allah sehingga dapat membawa argumentasi kita kepada kesimpulan yang benar. Satu-satunya kesaksian yang sejati bersifat rohaniah. Allah adalah Semua-dalam-semua. Terimalah kebenaran ini sebagai fakta yang tidak dapat diganggu-gugat, maka kita tidak perlu terus mengulangnya untuk meyakinkan diri bahwa hal tersebut benar. Maka kita akan menyerah kepada Kebenaran dengan penuh kepastian dan mempercayakan hasilnya kepada Allah.

Menyerah dengan penuh kepastian

Yesus memberikan nasihat yang sangat bijak ini: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Matius 5:37). Dengan perkataan lain, berhentilah menilai sesuatu berdasarkan penanggapan kebendaan. Kasihilah Allah dengan sepenuh hati dan berdirilah di pihakNya dengan penuh kepastian.

Mengenai penanggapan kebendaan, Ny. Eddy menegaskan hal yang penting, bahwa  “akhirnya yang kita sebutkan budi itu harus menyerah kepada perintah Budi baka” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 371). Mungkin kita mambaca kata akhirnya dan berpikir tentang waktu—bahwa pada akhirnya penyerahan itu akan terjadi, mungkin jauh di masa depan. Tetapi salah satu kamus medefinisikan kata akhirnya sebagai “dengan pasti; kesimpulan akhir; tidak bisa berubah.” Jadi mengapa menunggu? Kita dapat menyerah kepada amanat Budi baka, atau perintahnya yang penuh kuasa, setiap saat—dengan kepastian. Mengapa tidak sekarang? 

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.