Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Mengejar karir? Jangan lupakan iman

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 16 September 2013

Aslinya diterbitkan di edisi 29 Mei 2013 JSH-Online.com


Berbekal sebuah gelar master di bidang ilmu perpustakaan, saya siap untuk mengejar karir sesuai profesi yang saya ingingkan. Gelar saya mencakup begitu banyak hal yang saya sukai—penelitian, kesusatraan, pelayanan publik, dan kemampuan profesional untuk menjawab hampir semua pertanyaan berbasis fakta. (Saat itu belum ada internet!)

Saya menikahi istri saya seminggu sebelum saya mulai kuliah pasca sarjana, dan istri saya berhenti sementara dari kuliahnya untuk bekerja selama saya menyelesaikan gelar. Kami sepakat bahwa setelah saya lulus, kami akan pindah ke komunitas yang sesuai dengan pilihan istri saya agar ia bisa menyelesaikan kuliahnya.

Pada awal musim panas kami menetap di sebuah kota kecil yang hampir-hampir tidak memberikan  kesempatan bagi saya untuk memulai karir. Seiring berlalunya musim panas, harapan dan rencana saya berangsur-angsur surut. Saya mulai merasa khawatir, stres, gundah, dan kehilangan harapan.

Rasanya seperti angin tidak lagi berhembus untuk meniup layar perahu saya. Harapan untuk menggapai hal yang indah dalam hidup tiba-tiba  terasa tidak masuk akal. Ketakutan akan masa depan yang tidak jelas semakin besar.

Sebagai seorang pelajar Ilmupengetahuan Kristen, saya  mencintai Alkitab. Oleh karena itu, ketika menghadapai kekecewaan, saya mencari tokoh Alkitab yang bisa menghadapi kesulitan hidupnya dengan berhasil. Saya memilih Abraham.

Selama hidupnya, Abraham membangun hubungan yang erat dengan Allah. Pada waktu mendengar bimbingan Tuhan, ia dengan setia mematuhinya. Ia berpindah-pindah  tempat, meninggalkan apa yang sudah dikenalnya. Tanpa mementingkan diri sendiri, dia membiarkan keponakannnya memilih tanah yang terbaik, percaya bahwa Allah akan mencukupi keperluan keluarganya yang  besar (lihat Kejadian 13).

Kemampuan Abraham untuk menghadapi tantangan membuktikan imannya kepada Allah yang tak tergoyahkan. Ia percaya kepada kebaikan dan pemeliharaan Allah. Abraham diberkati dengan sangat melimpah sampai-sampai namanya—pemahamannya akan jati dirinya—diubah (lihat Kejadian 17:5). Dia berubah dari seorang pengembara menjadi cikal-bakal yang mengajarkan penyembahan kepada Allah yang esa, menjadi sumber ilham bagi generasi-generasi sesudahnya.

Sambil melanjutkan pencarian kerja, saya berdoa untuk mendapatkan iman seperti yang dimiliki Abraham. Saya berdoa untuk dapat mengesampingkan rencana saya yang penuh ambisi dan lebih menumbuhkan kemampuan yang tajam dan tidak mementingkan diri untuk mudah menerima perintah Allah. Saya berdoa agar dapat menyatakan kerendahan hati. Saya ingat bersujud secara mental, dan mengatakan kepada Allah bahwa dengan senang hati saya akan bekerja sebagai pemotong rumput jika memang itu yang kehendakiNya.

Terkadang, saya tergoda untuk menyerah kepada keputusasaan. Keputusasaan dapat menghambat proses pertumbuhan iman, sebagaimana udara yang dingin membeku menggagalkan mekarnya bunga-bunga di akhir musim semi.

Bertahun-tahun kemudian saya membaca sebuah kisah berjudul “The Devil’s Auction—Pelelangan oleh Iblis,” sebuah ceritera kiasan yang menggelitik pikiran dan mengingatkan saya kepada proses awal pencaraian karir saya. Cerita ini mengisahkan usaha iblis untuk menjual perkakasnya yang paling berguna: dengki, iri hati, kebencian, kecemburuan, dsb. Satu perkakas—keputusasaan—terlihat begitu sering dipakai, dan harganya lebih tinggi daripada yang lainnya. Pada saat seorang pelanggan  menanyakan mengapa perkakas tersebut mahal sekali, iblis  menjawab: Bagi saya perkakas ini lebih berguna daripada yang lainnya. Saya dapat membuka dan masuk ke dalam kesadaran orang dengan alat ini di saat saya tidak bisa mendekatinya dengan perkakas yang lain, dan ketika saya sudah masuk, saya bisa mengendalikan orang itu sesuai kemauan saya. Alat ini terlihat sangat usang karena saya menggunakannya hampir ke semua orang, dan sedikit sekali yang tahu bahwa alat ini milik saya.” Pelanggan itu kemudian bertanya lagi, “Pada siapa kita tidak bisa menggunakan alat ini?” Iblis berhenti untuk waktu yang lama dan pada akhirnya menjawab dengan suara pelan, “Saya tidak bisa menggunakannya untuk masuk ke dalam kesadaran orang yang bersyukur” (“The Devil’s Auction,” Quarterly News, Volume 14, no. 4, Longyear Historical Society, Winter 1977-78).

Konsep untuk menerapkan rasa syukur saat menghadapi keputusasaan sangatlah penting dalam situasi tidak memiliki pekerjaan. Saya terus berdoa dan menyatakan rasa syukur kepada Allah yang maha pengasih. Saya merenungkan definisi Mary Baker Eddy tentang Abraham di bab XVII—Daftar  Istilah dengan Keterangannya,—di bukunya Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci: “Kesetiaan; iman kepada Hidup yang ilahi dan kepada Asas abadi segala wujud.”

“Moyang ini memperlihatkan, bahwa adalah maksud Kasih untuk membangkitkan pergantungan kepada kebaikan, dan ditunjukkannya kekuasaan pengertian rohaniah untuk memelihara hidup” (hlm. 579).

Saya berdoa untuk dapat mengesampingkan rencana saya yang penuh ambisi dan lebih menumbuhkan kemampuan yang tajam dan tidak mementingkan diri untuk mudah menerima perintah Allah.

Saya  tahu bahwa mempercayai Allah untuk menuntun saya kepada karir yang benar bukan merupakan hal yang bodoh atau naif. Percaya sepenuhnya kepada Allah berbeda dengan kepercayaan yang buta. Hal itu didasarkan pada pengertian bahwa Asas yang memerintahi alam semesta, Allah, memberi kita ide yang benar untuk terus melangkah maju. Kepercayaan seperti itu tidak bisa digoyahkan oleh situasi maupun kondisi kebendaan. Dan karena Allah menciptakan kita masing-masing dengan talenta yang unik untuk memuliakanNya, sangatlah mustahil bahwa anak Allah, yang adalah ide rohaniah, ditempatkan secara salah, tersingkir, atau tidak bisa ditempatkan.

Dalam suratnya kepada para anggota Gereja Kesatu Kristus, Ahli Ilmupengetahuan, di New York City, Nyonya Eddy menulis: “Sebagai suatu bagian yang aktif dari satu keseluruhan yang menakjubkan, kebaikan mengidentifikasi manusia dengan kebaikan yang universal. Demikianlah hendaknya setiap anggota gereja ini naik melampaui pertanyaan yang sering diulang, Apakah saya ini? kepada tanggapan yang ilmiah: Saya mampu memancarkan kebenaran, kesehatan, dan kebahagiaan, dan inilah gunung batu keselamatan saya dan alasan saya untuk hidup” (The First Church of Christ, Scientist, and Miscellany, hlm. 165). Bahkan di saat mencari pekerjaan atau pemenuhan kebutuhan kita masing-masing, setiap orang di antara kita pada akhirnya mewujudkan tujuan yang mulia tersebut.

Beberapa bulan setelah menetap di kota kecil itu, saya melihat lowongan untuk posisi direktur perpustakaan di kota yang berdekatan. Saya bertemu dengan orang yang mewakili direksi perpustakaan tersebut dan berkeliling melihat fasilitas baru yang sedang dibangun. Mereka sangat puas dengan minat serta kredensial saya. Saya sangat bersemangat atas peluang untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Kemudian ditetapkanlah waktu untuk wawancara dengan seluruh jajaran direksi.

Tetapi sesaat sebelum wawancara, dalam hati saya tahu saya bahwa ini bukanlah posisi yang tepat untuk saya, meskipun saya sangat antusias. Saya tidak mau menyesatkan mereka, maka saya putuskan untuk membatalkan wawancara tersebut. Hal ini mengejutkan seluruh anggota direksi, tetapi di lubuk hati saya, saya merasa bahwa Allah mempunyai rencana lain bagi saya, dan saya mempercayai perasaan saya.

Musim gugur tiba, dan saya mengambil pekerjaan dengan posisi staf pemula di perguruan tinggi terdekat untuk mencukupi kebutuhan finansial saya dan istri saya. Pekerjaan tersebut bukan merupakan bidang saya, tetapi saya bersyukur untuk ketrampilan di bidang bisnis yang saya pelajari.

Di bulan Februari, tiba-tiba saya mendapat telepon dari sebuah sekolah. Beberapa  waktu sebelumnya saya pernah melamar pekerjaan di sekolah tersebut. Ternyata sekolah itu dengan mendesak memerlukan seorang pustakawan sekolah menengah atas. Saat itu, pekerjaan tersebut terasa tepat, meskipun saya hanya diterima untuk mengisi kekosongan sementara dewan direksi terus menerima lamaran dan mewawancarai para calon untuk mengisi posisi tersebut secara tetap. Saya keluar dari pekerjaan saya dan menerima tawaran tersebut. Dua bulan kemudian, saya diterima untuk menduduki posisi tersebut secara tetap. Selama 23 tahun, pekerjaan saya sebagai pustakawan sekolah menengah atas sangat memberkati saya. Dalam kurun waktu itu saya bisa membantu memperkuat program akademik yang penting dan melayani tidak hanya komunitas sekolah saya tetapi juga sesama pendidik dari seluruh negeri. Setelah pindah pekerjaan selama  beberapa tahun, sekali lagi saya bekerja melayani murid-murid sebagai pustakawan di sekolah lain.

Iman yang tak tergoyahkan, kepercayaan yang mendalam kepada kebaikan, dan kerendahan-hati untuk mengikuti bimbingan Allah, tidak peduli apa pun yang terjadi—itulah yang diajarkan Abraham kepada saya melaui teladannya, dan hal tersebut masih terus memberi ilham dan pelajaran bagi saya. 


Bill Fabian adalah pustakawan di SMP dan SMU serta guru IPS di Buena Vista, Colorado.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.