Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Doa dari Jepang mengenai bencana alam

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 April 2010

Diterjemahkan dari The Christian Science Sentinel edisi 1 Maret 2010


Pemberitaan tahun lalu mengenai gempa yang terjadi di Itali dan Cina, dan pemberitaan mengenai gempa yang baru-baru ini terjadi di Haiti, telah mengancam untuk mengguncang mental kita. Baik kita tinggal di negara seperti Jepang yang selalu dibayangi gempa dahsyat,  atau di tempat yang jarang mengalami gempa, peristiwa-peristiwa ini tidak dapat kita anggap enteng. Misalnya, kota Kobe di Jepang, yang dianggap kecil sekali kemungkinannya dilanda gempa,  mengalami gempa yang hebat pada tahun 1995.

Tetapi sangatlah penting untuk tidak takut, tidak menganggap enteng, dan tidak berhenti berdoa mengenai gejala alami.  Dalam Ilmupengetahuan Kristen, saya belajar, bahwa melalui penalaran rohaniah, suatu pemahaman yang akurat mengenai kuasa Allah dapat membantu melindudngi kita dan memungkinkan kita menyatakan lebih banyak kuasa atas apa yang dianggap sebagai bencana alam.

Dulu saya sering bertanya mengapa ada gempa yang menghancurkan, jika Allah ada. Di masa lalu, terlalu sulit menjawab pertanyaan seperti itu, maka saya tidak lagi memikirkan hal tersebut. Tetapi sekitar dasa warsa terakhir ini, saya mulai mempertanyakan hal itu lagi. Dan bernalar mengenai hal tersebut dari dasar yang rohaniah.

Pemikiran yang ampuh yang saya dapatkan untuk menghilangkan ketakutan saya mengenai bencana alam, adalah menyadari bahwa Allah mahakuasa dan satu-satunya kekuasaan. Mary Baker Eddy, Penemu dan Pendiri Ilmupengetahuan Kristen sampai pada kesimpulan ini, “Atau kemahakuasaan tidak ada, atau kemahakuasaan adalah satu-satunya kekuasaan yang ada” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. 249). Satu Allah yang mahakuasa mengisi seluruh ruang dan memerintahi semuanya, apa pun yang dikatakan keadaan yang kita hadapi.

Kita mungkin bertanya, “Tetapi mengapa Kemahakuasaan tidak dapat mencegah terjadinya gempa yang dahsyat?” Inilah yang saya pelajari dari Ilmupengetahuan Kristen; dengan rendah hati saya belajar mengetahui bahwa kuasa Allah yang tidak berhingga dinyatakan kepada kita dan datang kepada kita di mana pun kita ada, jika kita mencari jawaban yang bersifat rohaniah. Dalam Alkitab tertulis bahwa Rasul Paulus, yang menjadi penganjur ajaran Yesus, mengatakan bahwa Allah “…tidak jauh dari kita masing-masing. Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada.” (Kis 17:27, 28).

Di sini dan sekarang juga, ada alam semesta rohaniah yang diciptakan Allah—dan inilah kesejatian wujud kita. Ciptaan Allah terdiri dari ide-ide rohaniah yang selaras dan baik. Di lain pihak, budi fana, kebalikan Budi ilahi, Allah, mencoba untuk menirukan Roh dan menyatakan semua sebagai gambar yang kebendaan. Apa yang digambarkan dalam budi fana sering kali dianggap sebagai yang benar.

Tetapi zat adalah gambar yang salah dalam kesadaran insani, dan tidak memiliki substansi dari dirinya sendiri. Berbagai ilmuwan menemukan bahwa zat tidak bersifat tetap, dan bahwa  pikiran berperan dalam hal ini. Misalnya, Lincoln Barnett penulis The Universe and Einstein menulis dalam bukunya bahwa “ ….. para ahli filsafat dan ilmuwan telah sampai kepada kesimpulan yang mencengangkan bahwa karena setiap benda hanyalah kumpulan dari sifat-sifat yang dimilikinya, dan karena sifat hanya ada di dalam pikiran, maka seluruh alam semesta yang kita tanggap akan zat dan enerji, atom dan bintang, tidaklah ada selain sebagai bangunan kesadaran, suatu bangunan simbol-simbol konvensional yang dibentuk oleh penanggapan manusia” (hlm. 11).

Alam semesta yang kebendaan dapat diumpamakan sebagai mimpi saat kita tidur. Ny. Eddy menulis, “Alam semesta yang kebendaan menyatakan pikiran-pikiran manusia fana yang sadar dan yang tidak sadar. Tenaga yang kebendaan dan budi fana adalah satu” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 484).

Bencana alam seperti gempa, angin puting beliung, tsunami, dan bahkan penyakit menular kelihatannya disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang sangat bersifat fisik. Meskipun demikian, kekuatan-kekuatan tersebut serta akibatnya, dapat diatasi dengan menangani pikiran manusia fana yang tidak sadar, yang ada di baliknya.

Untuk menyingkapkan pendapat yang umum diterima yang ada di balik bencana alam, saya mendapati bahwa kita perlu mengekspos dan menghancurkan mimpi yang dinyatakan pikiran yang tidak sadar. Ketika  kita berdoa untuk menyadari alam semesta yang sejati dan hadir saat ini, bencana dan penyakit kehilangan kredibilitasnya dalam pikiran kita dan mulai surut dan akhirnya menghilang dari kesadaran dan pengalaman kita. Proses ini seperti kegelapan yang menghilang saat ada terang. Bersifat wajar.

Jadi apakah yang dapat kita lakukan saat benar-benar menghadapi gempa? Mula-mula saat tanah berguncang, mungkin kita sangat ketakutan. Tetapi sangatlah penting, melalui doa, untuk tetap sadar akan fakta bahwa Allah hadir, setiap saat, di mana pun kita ada, dan bahwa kuasaNya memenuhi seluruh ruang. Kita dapat terus berdoa bahwa Allah, Kasih ilahi, memelihara identitas rohaniah setiap orang, termasuk kita dan keluarga kita. Dan pengendalian Kasih mencapai rumah kita, tanah, samudera, dan bahkan bangunan seperti gedung-gedung.

Kita dapat bersandar dengan teguh kepada ide-ide tersebut. Maka gempa hanyalah gambar  “yang ditayangkan di layar” penanggapan kebendaan, dan tidak akan merusak hidup kita. Kita juga dapat mengetahui bahwa tidak ada kuasa atau substansi yang dapat mencederai atau menjadikan kita takut. Maka kuasa yang memelihara keselarasan serta keseimbangan Allah dapat dirasakan dan dialami. Dan setiap akibat yang menghancurkan yang ditimbulkan gempa akan tunduk kepada kuasa ini dan menghilang.

Mary Baker Eddy menulis, “Adhesi, kohesi, dan daya tarik adalah sifat Budi. Hal itu masuk bagian Asas ilahi, dan memelihara keseimbangan tenaga pikiran yang memperjalankan bumi dalam jalan peredarannya dan berkata kepada ombak yang congkak: "Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat!" (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 124).

Dalam tahun-tahun terakhir ini, saya berdoa tentang cara menanggapi gempa. Suatu malam, saya merasa gelap dan tertekan, penuh kekhawatiran. Oleh karena itu saya berdoa seperti yang saya utarakan di atas. Keesokan harinya, suatu gempa dengan kekuatan 5 pada Skala Richter menghantam Tokyo. Kerusakan yang terjadi kecil sekali. Sesudah itu saya mendapati bahwa bahkan gedung-gedung yang tidak memenuhi syarat untuk menahan gempa berkekuatan 5 SR, tidak rusak. Saya yakin bahwa setiap doa yang menyatakan sifat Allah dan alam semestaNya yang sesungguhnya membantu dalam memelihara keselamatan orang banyak. Doa seperti ini dapat menjadikan kita waspada sehingga mampu menghindarkan dan melindungi diri kita dari bencana.

Pada tahun 2000, terjadi gempa berkekuatan 7.3 SR di daerah Tottori. Saya tinggal di kota yang jauh dari pusat gempa, tetapi tetap merasakan guncangan yang hebat. Pertama-tama  saya merasa perlu menghilangkan  ketakutan. Kemudian saya berdoa seperti yang telah saya kemukakan. Sekali lagi, saya percaya bahwa doa saya dan doa orang banyak mempunyai dampak nyata. Kerusakan di Tottori minimal. Malam itu, pada berita malam, pembawa berita mengatakan, “Belum pernah terjadi, gempa dengan kekuatan 7.3 SR menimbulkan dampak yang begitu kecil.” Seorang pakar kebingungan mencari sebab mengapa kerusakan yang terjadi begitu kecil. Saya mengetahui bahwa kuasa ilahi telah bekerja.

Ketika kita merasakan gempa yang sekecil apa pun atau mendengarnya dari media, kita dapat segera berdoa untuk mengingatkan diri kita sendiri bahwa kuasa Allah yang tidak berhingga menempati seluruh ruang, dan setiap identitas rohaniah dipelihara dan dilindungi Allah.


Kahuziko Kaneda tinggal di Shiga-ken, Jepang.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.