Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Pagi-pagi sekali pada suatu hari Sabtu, saya hampir mencapai dua per tiga dari perjalanan saya...

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 13 Oktober 2010

Aslinya diterbitkan di edisi 16 Desember 1996 majalah Christian Science Sentinel


Pagi-pagi sekali pada suatu hari Sabtu, saya hampir mencapai dua per tiga dari perjalanan saya mengendarai sepeda sepanjang lima puluh mil melalui perbukitan di tepi laut dekat rumah saya. Jalan raya yang saya lalui terkenal dengan kendaraan berkecepatan tinggi dan pengendara yang sembrono. Meskipun demikian, itu adalah salah satu rute favorit saya, dan saya telah melaluinya lebih dari selusin kali.

Ketika saya mendekati puncak bukit, suatu mobil besar, yang melaju dengan kecepatan sekitar lima puluh mil per jam, menyerempet sisi sepeda saya. Sesaat berikutnya saya sadar bahwa tidak hanya sepeda saya yang terserempet tetapi sekujur sisi kiri tubuh saya pun telah terserempet. Saya terhuyung-huyung ke tengah lalu-lintas, nyaris tidak dapat menghindari tabrakan dengan mobil yang datang melaju. Kedua kaki saya terikat kuat di pedal, tetapi saya dapat menuju pinggir jalan dan melepaskan ikatan itu. 

Saya harus mengakui bahwa untuk sesaat saya merasa sangat ketakutan. Tetapi dengan cepat ketakutan itu digantikan dengan penanggapan yang nyata akan kehadiran Allah. Sebelum memeriksa sepeda atau tubuh saya untuk menilai kerusakan yang mungkin terjadi, saya memejamkan mata dan menyatakan dengan keras bahwa saya adalah cerminan Allah yang sempurna, tidak cedera, dan tidak tersentuh. Di saat yang singkat itu saya berpaling dengan sepenuh hati, dengan segenap upaya, untuk mendengarkan (kata lain untuk berdoa) hanya apa yang diungkapkan Allah kepada saya tentang anakNya. Saat itu, saya dapat benar-benar merasakan kehadiran Allah di sekeliling saya.  

Ketika membuka mata, apa yang saya lihat mula-mula terasa sulit dipercaya. Satu-satunya bukti bahwa sepeda saya telah diserempet adalah torehan kecil di bantalan setang saya. Hanya ada sedikit memar di kaki saya dan luka goresan kecil di lengan saya. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Dan dalam kebenaran kesejatian ilahi memang telah tidak terjadi kecelakaan. Saya sangat takjub. Saya tahu saya telah menyaksikan keselaluhadiran Allah, kemahakuasaanNya.

Saat itu, saya dapat benar-benar merasakan kehadiran Allah di sekeliling saya.

Dua kendaraan berhenti, termasuk yang menabrak saya, untuk mengetahui apakah semua baik-baik saja. Saya benar-benar sangat gembira mengatakan bahwa semua, termasuk sepeda saya, dalam keadaan baik sekali.

Terlihat jelas bahwa orang yang menyerempet saya sangat terguncang. Seorang wanita dan saya dapat meyakinkannya bahwa semua baik, dan laki-laki itu akhirnya menjadi tenang. Dalam kilas balik, saya dapat melihat bahwa kejadian ini adalah kelanjutan dari bukti akan kesempurnaan kesembuhan yang terjadi, karena saya dapat berbicara dengan orang itu tanpa kemarahan atau kebencian sedikit pun atas apa yang telah terjadi. 

Setelah beberapa menit saya kembali mengendarai sepeda saya untuk melanjutkan perjalanan dengan enerji dan sukacita yang meluap. Saya tidak bisa menahan untuk menyatakan berulang-ulang dengan keras dan rendah hati, rasa syukur saya yang paling dalam, “Terima kasih Tuhan, terima kasih Tuhan, terima kasih Tuhan.” Ketika melewati mobil yang menyerempet saya, yang sedang terparkir di pinggir jalan, saya dapat melihat bahwa kaca pinggir mobil tersebut rusak dan menggantung di sisi pintu mobil hanya pada beberapa kabel. 

Ketika melanjutkan perjalanan, saya merasa seakan telah menyaksikan hal yang tidak dapat saya jelaskan sepenuhnya. Saya ingat sesuatu yang saya tulis di buku catatan saya empat bulan sebelumnya. Ketika memikirkan pernyataan ini dari buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan, “Kecelakaan tidak ada bagi Allah,” saya telah bertanya kepada diri sendiri “Jika kecelakaan tidak ada, lalu bagaimana kita dapat menjelaskan bukti fisik yang tidak terbantahkan dari suatu kecelakaan?” Tanggapan saya yang saya tulis, kira-kira seperti ini: “Sebanding kita memahami, dalam Ilmupengetahuan ilahi, bahwa tidak ada kecelakaan, kita mulai kurang menderita dari yang disebutkan sebagai akibat mental maupun jasmaniah suatu kecelakaan.” Pikiran malaikat yang menyembuhkan dan berasal dari Allah ini datang kepada saya berbulan-bulan sebelum muncul kejadian untuk menerapkannya. Saya tahu, dan sekarang saya dapat melihat, bahwa dasar untuk menyatakan bahwa kecelakaan adalah tidak sejati terletak pada fakta bahwa manusia ciptaan Allah tidak pernah dapat dibimbing dengan salah atau tunduk kepada hukum apa pun selain hukum ilahi. Cara berpikir seperti ini kemudian terkonfirmasi sore itu ketika saya membaca pernyataannya yang lengkap: “Kecelakaan tidak ada bagi Allah, atau Budi baka, dan kita harus meninggalkan dasar fana kepercayaan kita dan bersatu dengan Budi yang esa, untuk mengganti pendapat tentang nasib dengan paham yang benar tentang bimbingan Allah yang tidak dapat salah, dan dengan demikian menjadikan nyata keselarasan. Di bawah pimpinan dan penjagaan ilahi tidak dapat terjadi kecelakaan karena tidak dapat ada tempat bagi ketidaksempurnaan di dalam kesempurnaan” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 424). Selama beberapa hari berikutnya, memar kecil di lengan dan kaki saya dengan mantap menghilang. Ketakutan atau trauma sedikit pun tidak pernah timbul. Sesungguhnya, saya bangun pagi keesokan harinya untuk mengendarai sepeda melalui lalu-lintas yang ramai tanpa rasa takut sedikit pun.  

Ini adalah Ilmupengetahuan yang mengagumkan. Ilmupengetahuan ini sangat penting, praktis. Sungguh perasaan yang menakjubkan untuk dapat berpaling kepada Allah Ibu-Bapa kita dalam doa, dan sebagai jawabannya mendapat pikiran-pikiran malaikat yang diperlukan untuk menyembuhkan keadaan apa pun. 

Eric D. Nelson
Laguna Beach, California, AS

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.