Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Lawanlah kekacauan dan keadaan yang tidak menentu

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 2 Desember 2019

Aslinya diterbitkan di edisi 29 Oktober 2018 majalah Christian Science Sentinel


Pernahkah anda bertanya-tanya mengapa kita sering mendengar kata kekacauan akhir-akhir ini? Pertama kali kata ini menarik perhatian saya adalah kira-kira sepuluh tahun yang lalu ketika saya sedang menyelesaikan pendidikan pasca sarjana saya. Pada akhir kuliah saya yang penghabisan seorang guru besar menyatakan bahwa pencarian bersejarah untuk mendapatkan kebenaran oleh para ahli filsafat dunia sekarang telah berakhir, karena mereka telah mendapati bahwa kebenaran tidak ada, dan semua yang tersisa adalah teori kekacauan.

Teori kekacauan berbicara mengenai keadaan yang tidak dapat diramalkan. Beberapa kamus mendefinisikan kekacauan sebagai tidak ada ketertiban sama sekali dan membingungkan. Tetapi bukankah ada kecerdasan alam semesta yang lebih tinggi yang memerintah dengan cara yang tertib?

Mary Baker Eddy, yang menemukan Ilmupengetahuan Kristen, menulis di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, “Tidak banyak orang yang menyangkal hipotesa bahwa kecerdasan, lepas dari manusia dan zat, memerintahi alam semesta; dan pada umumnya diakui, bahwa kecerdasan itu adalah Budi abadi atau Asas ilahi, Kasih” (hlm. 270). Tetapi dia juga berkata, di buku yang sama, “Pertanyaan ‘Apakah Kebenaran itu’ menggemparkan dunia” (hlm. 223).

Alkitab berulang kali menyinggung fakta bahwa Allah adalah Kebenaran. Keselaluhadiran Kebenaran menantang gangguan dan kekacauan yang timbul dari ketakutan dan akibat dari semua itu. Contoh tentang kekacauan kelihatannya sekarang ini ada di mana-mana: pola cuaca yang tidak teratur, gejolak di pasar modal, gejolak politik yang rusuh, gangguan fisik, dan perpecahan dalam keluarga. Meskipun demikian kekacauan bukanlah sesuatu yang baru! 

Kitab yang oleh banyak orang dianggap paling tua dalam Alkitab menggambarkan seorang pria yang dihormati dan tidak bercela bernama Ayub yang mengalami kekacauan yang memilukan ketika tiba-tiba kehilangan kesehatannya, rumah tangganya, kekayaannya, dan imannya kepada kebaikan Allah. Tampaknya dia harus menyerah kepada kepercayaan yang sudah ada sejak lama bahwa kejahatan adalah sejati. 

Kejahatan hanyalah suatu persangkaan bahwa Allah, kebaikan dapat tidak hadir. Menerima persangkaan ini berarti membiarkan hal-hal yang jahat terjadi. Bahkan jika kita mengasihi Allah dan telah menerima banyak berkat, ketakutan kita dapat tersulut jika kita menerima kepercayaan palsu bahwa kejahatan adalah sejati dan memiliki kuasa untuk menyebabkan kesulitan. Ayub menyatakan, “Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku” (Ayub 3: 25). Namun demikian, Ayub terus mencari kearifan Allah, dan dengan memperoleh pikiran yang lebih diilhami secara rohaniah, akhirnya dia belajar mengetahui bahwa “menjauhi kejahatan, itulah akal budi” (28: 28). Akhirnya Ayub mendapatkan imbalan dan keadaannya dipulihkan sepenuhnya bahkan melebihi kedudukannya sebelumnya dengan berpaling kepada dan mempercayai Allah, Kebenaran, alih-alih menyerah kepada ketakutan dan gambaran gelap kejahatan. 

Kitab Perjanjian Baru mengisahkan bahwa Yesus Kristus menantang kejadian-kejadian yang kacau-balau—berupa badai yang dahsyat, kekerasan, penyakit yang berat, dan sebagainya—dengan membuktikan hukum-hukum ilahi akan kedamaian, kuasa, dan kesehatan. Dengan kuasa rohaniah dan tanpa takut, Yesus membuktikan, bahwa hukum keselarasan Allah, Kebenaran, adalah mahakuasa, dan memberikannya kepada umat manusia. Ilmupengetahuan dan Kesehatan menyatakan, “Ide-ide Kristen tak dapat tiada memberi kepada kita yang tidak kedapatan dalam teori insani — yakni Asas keselarasan manusia” (hlm. 170). Kebenaran mendasar yang berasal dari Allah tentang keamanan dan kesejahteraan universal berlaku bagi setiap orang, dan kita dapat menerima keselarasan rohaniah sebagai hukum yang dapat diandalkan dalam mengatasi ketidakselarasan.  

Saat kita menghadapi keadaan kacau-balau yang datang dengan tiba-tiba kita dapat mempercayai hukum keselarasan Allah. Pada suatu malam yang gelap di musim gugur ketika suami saya dan saya berkendara pulang, kami sedang memasuki suatu perempatan di pusat perdagangan yang ramai di ibu kota kami saat saya melihat seseorang menyeberang jalan kurang dari 7 meter di depan kami. Untuk sekejap datang pikiran bahwa kami akan menabraknya, tetapi kemudian saya mendengar “suara yang kecil dan halus” dari Kebenaran  (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 323) mengatakan, “Tidak,” dan saya berteriak, “Berhenti!” Suami saya menginjak rem dengan kuat. Truk di sebelah kami membelokkan kemudi dengan tajam, dan mobil di belakang menabrak mobil kami.

Ketika semua ini terjadi dengan cepat, saya mengangkat pikiran saya kepada yang Ilahi, percaya bahwa kami akan melihat keselarasan Allah dinyatakan. Saya merasa tenang, dan ketika suami saya dan saya berbicara dengan pengemudi-pengemudi lainnya, kelihatannya mereka juga tenang—salah satu dari mereka mengatakan bahwa dia melihat orang yang menyeberang pergi berjalan tanpa cedera. Pengemudi yang menabrak mobil kami tidak cedera meskipun dia tidak mengenakan sabuk pengaman. Karena ada kebocoran pada mobilnya, kami bertanya apakah mobilnya perlu diderek. Dia tersenyum dan menolak tawaran kami, menjelaskan bahwa pamannya memiliki bengkel yang berada persis di seberang jalan, karena itu dia akan mendorong mobilnya ke sana saja. Ketika kami melihat bumper belakang mobil kami, kami dapati bahwa sama sekali tidak ada goresan. Polisi tiba dan ketika melihat bahwa tidak ada kerusakan atau cedera, dengan cepat pergi meninggalkan kami. Masing-masing lalu meneruskan perjalanannya, tanpa cedera dan rasa khawatir.  

Malam itu, alih-alih menyerah kepada yang kelihatannya sebagai kecelakaan yang tidak terhindarkan, kami menjadi saksi akan kebenaran rohaniah bahwa keselarasan, bukan keadaan kacau-balau dan krisis, adalah hukum Allah—dan suatu kejadian yang dapat berakhir dengan cedera atau kematian terbukti hampir tidak merugikan sama sekali. 

Berdasarkan fakta rohaniah bahwa Allah, Kebenaran, adalah satu-satunya pencipta alam semesta, termasuk manusia, kita tahu bahwa Allah, kebaikan, tidak menciptakan gagasan gelap tentang kecelakaan karena kecelakaan tidaklah baik. Dalam Alkitab kita baca, “Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap” (Kejadian 1: 4). Jadi tanggapan pertama yang sangat penting ketika kecelakaan terjadi atau seakan tidak terhindarkan adalah mencari dan mendengarkan apa yang dikatakan Allah. Dalam Ilmupengetahuan dan Kesehatan kita baca, “’Jadilah terang’ adalah tuntutan kekal Kebenaran dan Kasih; diubahnya kekacauan menjadi ketertiban dan kesumbangan bunyi menjadi musik angkasa” (hlm. 255).  

Terang Kebenaran tersedia di sini untuk mendatangkan keselarasan kepada keadaan gelap apa pun. Penghiburan serta bimbingan Kasih ilahi, yang merangkul semua yang terlibat, dapat mengilhami tanggapan kita. Tunduk kepada hukum-hukum Asas ilahi memberi perlindungan terhadap ketakutan yang mengganggu dan akibat yang tidak selaras. Apa pun yang mengancam kita, dalam kegiatan kita yang sedang terjadi atau rencana masa depan, kita dapat menolak untuk menyerah. Alih-alih demikian, kita dapat bersandar kepada bimbingan Allah yang dapat diandalkan untuk mengarahkan kita kepada hasil yang menyembuhkan. Setiap orang dapat belajar melakukan hal ini. 

Melawan ketakutan akan kekacauan yang berlanjut menuntut peluhuran pikiran kita kepada hukum keselarasan Kebenaran. Setiap orang di antara kita dapat melihat keadaan yang tak menentu dihilangkan dari kemungkinan yang ada. Ilmupengetahuan dan Kesehatan memberitahu kita “Kebenaran telah diwahyukan. Hanya perlu dipraktekkan” (hlm. 174).

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.