Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Ikuti Gembala anda

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Mei 2018

Aslinya diterbitkan di edisi 6 Februari 2012 majalah Christian Science Sentinel


Ketika tumbuh dewasa, saya sering mengunjungi nenek saya, dan kami kerap kali membaca dari Alkitab. Mazmur 23 adalah salah satu kesukaan kami. Nenek memberitahu saya bahwa Allah membimbing dan melindungi kita bagai seorang gembala terhadap domba-dombanya.Bahwa ketika seorang gembala membimbing domba-dombanya ke padang rumput yang hijau serta air yang tenang, itu adalah seperti Allah membimbing kita kepada semua yang baik dan damai. Lalu nenek akan merangkul saya dan memberitahu bahwa saya dapat selalu merasa dikasihi dan dilindungi di dalam penjagaan Allah. Allah selalu ada untuk membimbing kita bahkan dalam keadaan yang sulit.

Pelajaran yang saya peroleh dari nenek tentang penggembalaan Allah telah membantu saya berulang kali. Salah satunya terjadi beberapa tahun yang lalu ketika saya hidup sendiri setelah anak-anak saya dewasa dan menikah. Saya tidak tahu apa yang harus saya kerjakan dan merasa tertekan sekali. Lalu pada suatu hari saya teringat akan suatu ayat dari Mazmur yang mengatakan: “TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan” (145:18). Saya tahu saya dapat mengandalkan Allah, bahwa Ia akan mendengar doa saya. 

Lalu saya teringat akan suatu pengalaman yang berkaitan dengan seorang gembala dan domba-dombanya, ketika saya berlibur. Pada suatu pagi yang cerah, saya mengunjungi suatu desa kolonial yang telah dipugar di bagian Timur Amerika Serikat. Ketika berjalan menelusuri jalan di desa itu, saya melihat pagar kayu putih yang mengelilingi sekawanan domba. Beberapa pengunjung berusaha menarik perhatian domba-domba itu untuk mendekati pagar, dan saya bergegas untuk bergabung dengan mereka. Tetapi saya menjadi heran karena domba-domba itu sama sekali tidak peduli. Di tengah keramaian itu, domba-domba tersebut tetap beristirahat dengan tenang. Lalu, tiba-tiba mereka meloncat dan dengan sukacita berlari menuju pagar. Dari jalan itu datang seorang gembala sambil menyiulkan sebuah lagu. Domba-domba tersebut mendengar siulannya dan dengan segera menanggapinya. Gembala itu membuka gerbangnya dan dengan lembut membimbing mereka ke padang rumput di tengah desa. Semua keramaian dan kegaduhan tidak menghalangi domba-domba itu untuk mendengar dan mengikuti gembala mereka. 

Ketika memikirkan kejadian tersebut, saya bertanya-tanya mengapa saya tidak mendengar suara Gembala saya, Allah. Mungkinkah saya tidak mendengarkan? Saat itu juga saya memutuskan untuk membuang pikiran mengasihani diri sendiri dan kekhawatiran akan masa depan. Saya akan mendengarkan suara Allah. Saya ingat ayat lain dari Mazmur: “Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya” (100:3). Saya tahu bahwa saya harus tetap berfokus pada fakta bahwa Allah menciptakan saya dan mengasihi saya. Jadi saya bernalar demikian: Allah adalah satu-satunya Budi atau kecerdasan, dan Budi yang tidak berhingga ini, Allah, memberi saya—anakNya yang terkasih—kemampuan untuk mendengar perintahNya; untuk tetap mendengar suaraNya. Allah adalah maha-kuasa, oleh karena itu tidak ada kuasa yang dapat memisahkan saya dari kasihNya dan penjagaanNya. Ia adalah Gembala saya dan membimbing saya ke padang rumput yang hijau serta air yang tenang. Saya memiliki kemampuan untuk mendengarkan dan mendengar petunjukNya dan merasakan lenganNya mendekap saya dengan penuh kasih.

Di buku Miscellaneous Writings 1883–1896, Mary Baker Eddy membuat pernyataan yang dalam, bahwa penggembalaan Allah senantiasa tersedia tanpa batas: “Allah bersifat universal; tidak dibatasi tempat, tidak ditentukan dogma, tidak dikungkung oleh sekte. Tidak lebih bagi satu orang daripada bagi semua, Allah dapat dibuktikan sebagai Hidup, Kebenaran, dan Kasih ilahi; dan umatNya adalah mereka yang mencerminkanNya—yang mencerminkan Kasih. Sekali lagi, Asas yang tidak berhingga ini, dengan penyataanNya yang universal, adalah semua yang sesungguhnya ada atau dapat ada; maka Allah adalah Gembala kita. Ia menjaga, membimbing, memberi makan, dan  merangkul kawanan domba gembalaanNya; dan telinga mereka mendengarkan panggilanNya” (hlm. 150–151). 

Saat itu juga saya memutuskan untuk mendengarkan suara Gembala saya, dan saya mendengar pesan yang kuat dan jelas, “Bersabarlah, anakKu.” Saya merasakan kehadiran Kasih, dan pikiran-pikiran yang tertekan itu sirna. Saya tahu bahwa menjadi anak Allah yang sabar berarti melepaskan semua kemauan insani dan berserah kepada kehendak ilahi, yang selalu baik. Kebahagiaan serta keamanan saya tidak bergantung kepada orang atau keadaan; semua itu datang dari Allah. Saya adalah anakNya—Allah Ibu-Bapa memimpin hidup saya dalam kebaikanNya yang tidak berhingga. Saya harus bersedia menunggu, bersiteguh dan percaya bahwa Gembala saya membimbing saya kepada kehidupan yang tercukupi dan bahagia. Yang perlu saya lakukan hanyalah mendengarkan dan mengikuti. Beban yang berat pun terlepas dari pundak saya!

Saya berjalan menuruni bukit dengan bahagia, penuh pengharapan akan kebaikan. Dalam waktu singkat berbagai kesempatan terbuka bagi saya untuk membantu orang lain belajar lebih banyak tentang Allah serta penjagaanNya yang penuh kasih. Saya merasa diberkati dan diperlukan.

Seorang gembala yang baik selalu menjaga domba-dombanya, tetapi saya sadar bahwa domba juga mempunyai tanggungjawab kepada gembalanya. Mereka harus mengenal suara si gembala dan kemudian patuh mengikuti arahan yang diberikan. Yesus Kristus memberitahu kita untuk masuk ke dalam kamar dan menutup pintu saat kita berdoa—menutup pintu pikiran kita dari apa yang dikatakan penanggapan fana dan hanya menerima yang rohaniah (lihat Matius 6:6). Allah adalah Roh, dan Dia juga Budi, semua kecerdasan, semua kearifan. BudiNya menyatakan kepada kita apa yang benar. Kebenaran ini memberi kita kemampuan untuk memisahkan apa yang sejati dari apa yang tidak sejati. Pikiran yang mementingkan diri sendiri dan tertekan tidak berasal dari Yang Mahakuasa. PikiranNya tidak merusak atau kejam. Kepercayaan-kepercayaan ini adalah kesesatan, dan kesediaan kita untuk menolaknya mendatangkan kesembuhan.

Dunia kita seakan berada dalam kekacauan yang terus-menerus. Terkadang gambaran tentang terorisme, kebencian, penderitaan, kekurangan, dan berbagai tragedi lain seakan membuat kita tidak berdaya. Tetapi kita tidak perlu menerimanya. Allah menciptakan alam semestaNya, termasuk manusia, dalam keselarasan yang sempurna. Dengan menyembuhkan dosa, penyakit, dan maut, Yesus Kristus membuktikan dan mengajarkan bahwa kuasa Allah cukup untuk menghancurkan semua kejahatan. Ia selalu mendengarkan suara Gembalanya. Kita pun dapat melakukannya. Dalam syair berjudul, “ ’Jaga Dombaku’ ” karangan Mary Baker Eddy, tertulis, “SuaraMu kudengarkan, / Jangan kusesat; / Kau kuturut gembira / biar jalanku b’rat” (Poems, hlm. 14). Kita semua dapat mengenal Allah sebagai Gembala kita, mendengar suaraNya, lalu mengikuti bimbingannya dalam hidup kita. Hanya ada satu kawanan domba—satu Gembala. Oleh karena itu kita selalu aman, dipelihara, dan dikasihi selamanya.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.