Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Mulai dengan Allah, tetap bersama Allah, berpegang teguh-teguh kepada Allah, dan berdiri dengan Allah

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 27 April 2020

Aslinya diterbitkan di edisi 13 April 2020 majalah Christian Science Sentinel


Sejak hari pertama saya tertarik kepada Ilmupengetahuan Kristen, saya melihat bahwa Kekristenan jauh lebih daripada duduk di gereja pada hari Minggu dan berusaha menjadi orang yang baik. Kekristenan yang dicontohkan Yesus meliputi penyembuhan, dan dia memperlengkapi para muridnya dengan baik untuk pekerjaan ini. Yesus tidak hanya menyarankan mereka untuk menyembuhkan orang sakit dan orang berdosa; dia memerintahkan mereka untuk melakukan hal itu, memperingatkan mereka, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Markus 16:15) dan “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma” (Matius 10:8).

Murid-murid Yesus menjadi “pelaku” dari apa yang diajarkannya kepada mereka. Sebagaimana dinyatakan seorang penulis di Kitab Perjanjian Baru dalam suratnya kepada orang Kristen di zamannya, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri,” dan, “Iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong” (Yakobus 1:22, 2:20). Saya menyukai penafsiran the New Living Translation mengenai ayat yang pertama: “Jangan hanya mendengarkan Firman Tuhan. Engkau harus melakukan apa yang dikatakannya. Kalau tidak engkau hanya menipu diri sendiri,” maupun suatu ayat yang disampaikan sesudah itu, yang memberitahukan kepada kita caranya: “Tetapi jika kamu meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan kamu, dan kamu bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, maka Tuhan akan memberkatimu karena kamu melakukannya” (1:25).

Saya menyadari, bahwa hukum yang sempurna yang memerdekakan kamu, adalah Ilmupengetahuan ilahi—hukum rohaniah akan Kebenaran, dan jika hukum ini dipraktekkan dengan tekun, maka hukum itu menyembuhkan orang sakit seperti yang dilakukan Yesus. Mary Baker Eddy, yang menemukan Ilmupengetahuan tentang Kristus ini menulis, “Hukum Allah ada dalam tiga kata, ‘Aku adalah Semua;’ dan hukum yang sempurna ini senantiasa hadir untuk menegur setiap pernyataan akan adanya hukum yang lain” (No and Yes, hlm.30).
Ketika saya menyaksikan suatu penyembuhan dengan cara berpaling kepada hukum Kasih ini, hukum itu mendorong saya untuk “meneliti dengan saksama hukum yang sempurna ini.”

Demikianlah saya mulai mempelajari Ilmupengetahuan tentang Kekristenan ini dengan bersemangat dan tekun. Tidak lama kemudian saya mengikuti pelajaran kursus yang Pertama dalam Ilmupengetahuan Kristen untuk memahami dengan lebih baik metoda Kristus tentang penyembuhan ini dan bagaimana memberikan doa penyembuhan Ilmupengetahuan Kristen, yang semata-mata terdiri dari doa Kristiani yang spesifik dan ilmiah. Selama kursus itu saya belajar mengenai dasar-dasar penyembuhan dengan Budi sesuai Ilmupengetahuan Kristen, yang salah satunya adalah, “Pengertian yang bersifat Kristus tentang wujud yang ilmiah serta penyembuhan ilahi meliputi suatu Asas serta ide yang sempurna — Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna — sebagai dasar pikiran dan pembuktian” (Mary Baker Eddy, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, hlm. 259).

Saya melihat bahwa “Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna” harus menjadi dasar doa saya, praktek saya, setiap pikiran saya, agar saya bisa menjadi seorang penyembuh. Saya sadar, bahwa untuk melakukan hal ini kita dituntut untuk mulai dengan Allah, kemudian tetap bersamaNya, berpegang teguh-teguh kepadaNya, dan berdiri denganNya, tidak menyimpang dari kesemestaan serta kebaikanNya dengan satu pikiran pun. Sesudah mengikuti pelajaran kursus, sebelum pulang, saya berkomitmen untuk melakukan penyembuhan Kristen, dan menuliskan kata-kata berikut untuk mengingatkan diri saya sendiri dan menyelipkannya di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan saya:

MULAI dengan Allah;
TETAP bersama Allah;
BERPEGANG TEGUH-TEGUH kepada Allah;
BERDIRI dengan Allah.

Saya segera belajar tentang pentingnya tetap berkomitmen untuk selalu dekat dengan Allah—dan betapa mudahnya untuk tanpa sengaja menyimpang dari hal tersebut jika kita tidak waspada dan berjaga. Meskipun begitu, saya belajar, bahwa Allah membangunkan kita dan membawa kita kembali kepadaNya—kepada kedekatanNya, kehadiranNya saat ini juga, kepada pengertian bahwa Dialah satu-satunya kesejatian, kepada kesemestaanNya, kebaikanNya, dan kemahakuasaanNya.

Ketika saya mulai berpraktek sebagai penyembuh dan saya mulai berdoa untuk mereka yang minta didoakan, saya memastikan untuk tetap bersama Allah sampai pikiran saya dipenuhi olehNya, sehingga saya melihat dengan jelas ketidaksejatian penyakit, kesedihan, dan rasa sakit—apa pun yang menyangkal pengendalian Allah yang penuh kasih. Tidak lama kemudian, sikap mulai dengan Allah, tetap bersamaNya, berpegang teguh-teguh kepadaNya, dan berdiri denganNya ini menjadi begitu wajar sehingga saya membuang catatan kecil yang mengingatkan saya akan hal tersebut.

Tetapi kemudian saya sakit dan menderita demam serta radang yang menyakitkan, dan tiba-tiba laporan dari pancaindera terasa begitu sejati. Bahkan menakutkan. Penularan, infeksi, rasa sakit, dan ketakutan berteriak kepada saya. Alih-alih berpaling dari laporan ini dan berpaling kepada Allah, Kasih, untuk melihat apa yang benar—bahwa keselarasan adalah hukum wujud saya—saya terpancing sepenuhnya. Keadaan saya memburuk. Saya berdoa. Tetapi kalau melihat ke belakang, saya sadar bahwa doa saya bukan komunikasi dengan Allah; sesungguhnya doa saya saat itu hanyalah mengulang-ulang kembali masalah itu!

Merasa terlalu sakit untuk duduk atau berjalan atau bergerak, saya berbaring di tempat tidur. Ketika membuka Alkitab untuk mendapat pertolongan, saya membaca ayat ini: “Mengapakah penderitaanku tidak berkesudahan, dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan?” (Yeremia 15:18). “Wah, sungguh membantu!” saya berkata tanpa keseriusan dan agak sinis. Tetapi kemudian saya sadar bahwa ayat itu sebenarnya sangat membantu! Hal itu mengingatkan saya bahwa saya tidak mulai dengan Allah. Saya mencari suatu ayat dari Alkitab tentang rasa sakit dan bermaksud untuk melanjutkannya dengan ayat tentang ketakutan. Tapi, itu bukan mulai dengan Allah. Itu mulai dengan masalah. “Apa yang akan saya lakukan berikutnya,” saya bertanya kepada diri sendiri, “— melempar kebenaran pada masalah itu seperti anak panah pada permainan panahan?” Doa Tuhan tidak mulai dengan “Apa yang berdebat dengan saya hari ini?” Doa itu mulai dengan Allah—sifatNya, keselaluhadiranNya dan kemahakuasaanNya. Itulah yang memperlengkapi kita untuk melihat ketidaksejatian penyakit.

Sekarang saya menjadi waspada lagi, untuk mengingat agar:
1. MULAI dengan Allah. “Pangkal bertolak Ilmupengetahuan ilahi ialah: Allah, Roh, adalah Semua-dalam-semua, dan tidak ada kekuasaan ataupun Budi yang lain — Allah adalah Kasih, dan oleh karena itu Ia adalah Asas ilahi” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 275). Sekarang saya melakukan hal ini.

2. TETAP bersama Allah. “Yang hatinya teguh kau [Allah] jagai dengan damai sejahtera” (Yesaya 26:3) adalah janji Alkitab. Saya telah mulai dengan Allah dan sekarang saya merasa tetap bersamaNya—kesempurnaanNya—dan sebagai keserupaanNya, saya adalah “puteri raja ... kemuliaan belaka di dalamnya” (Mazmur 45:13, menurut Alkitab bahasa Inggris). Doa saya kira-kira seperti ini: “Terimakasih, Allah, karena Engkau adalah Kasih, dan karena Engkau ada di sini, saat ini juga, dan pencipta saya. Saya adalah milikMu—bersifat rohaniah dan sepenuhnya indah dalam segala-galanya: dalam bentuk, substansi, pikiran, dan watak.”

Tetapi, kemudian datang pikiran “Kalau begitu mengapa saya tidak sembuh?” Demikianlah, ketakutan datang kembali dengan dahsyat. Tetapi Allah di sana bersama saya, membangunkan saya kembali dengan kesadaran: “Hai, tunggu sebentar—itu tidak tetap bersama Allah. Itu adalah berbalik 180 derajat.” Di dalam kesemestaan Allah tidak ada kesesatan (kejahatan), dan karena itu tidak ada tempat bagi kesesatan untuk ada. Kesesatan tidak memiliki kemampuan untuk mengintai, menginfeksi, atau menduduki tempat saya. Jadi pertanyaan “Mengapa saya tidak sembuh?” mendasar pada suatu dusta—suatu penyangkalan akan kesejatian bahwa saya sempurna—dan bukan merupakan keadaan saya atau pikiran saya. Terlebih lagi, itu adalah penyangkalan terhadap Allah, yang mengatakan bahwa Dia telah gagal ketika menciptakan saya (suatu penyangkalan terhadap kebaikanNya) atau bahwa Dia bukanlah satu-satunya sebab (suatu saran bahwa pasti ada sebab lain di samping kebaikan).

Sekarang saya berusaha tetap bersama Allah, saya terus bernalar dan memahami bahwa “jika Allah adalah semua, dan Dia adalah baik, maka kebaikan adalah semua, dan semua adalah baik.” Titik. Tidak sesuatu pun yang buruk ada. Penalaran yang sederhana itu mengena bagi saya dan menguatkan saya.

3. BERPEGANG TEGUH-TEGUH kepada Allah. “Berpeganglah teguh-teguh kepada kebenaran akan wujud, yang bertentangan dengan kesesatan bahwa hidup, substansi, atau kecerdasan dapat ada dalam zat” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 418). Tidak ada perbedaan besar, saya rasa, antara tetap bersama Allah dan berpegang teguh-teguh kepada Allah. Tetapi, keesokan harinya, ketika saya masih berusaha tetap bersama Allah meskipun keadaan jasmani saya seakan memburuk, sesuatu yang baru saja saya alami dalam merekatkan dua pecahan kecil keramik dengan super glue (dan tanpa sengaja merekatkan jari-jari saya) terlintas di pikiran saya. Saya melihat bahwa “Inilah pelajaran saya.” “Saya akan berpegang teguh-teguh seperti super glue kepada kebenaran akan wujud saya yang tidak bercacat, apa pun gambaran yang dipertontonkan di hadapan saya.” “Berpegang teguh-teguh,” bagi saya, berarti tidak melihat kepada zat untuk mendapatkan informasi sekecil apa pun, ataupun untuk mendapatkan konfirmasi tentang suatu informasi. Rasanya, ide tentang berpegang teguh-teguh kepada Allah ini lebih mengena bagi saya daripada “tetap bersama”—hal itu menuntut lebih banyak kewaspadaan dari pihak saya.

4. BERDIRI dengan Allah. “ “Tinggallah berdiri di tempatmu, dan lihatlah bagaimana Tuhan memberikan kemenangan kepadamu” (2 Tawarikh 20:17), nabi Yahaziel berkata kepada Yosafat dan bani Israel ketika bani Moab dan bani Amon, dan bani lainnya bersatu dan menantang perang. Yahaziel juga meyakinkan bani Israel bahwa itu bukan peperangan mereka, melainkan Allah. Tugas mereka adalah meneguhkan hati, dan tinggal berdiri di tempat, dan melihat Allah. Itu mereka lakukan. Dan mereka menang!

Hal ini benar-benar mengena bagi saya, karena saya membuat keputusan untuk berdiri secara harfiah—bangun dari tempat tidur—meskipun melakukan hal itu terasa sakit. Tetapi saya tahu bahwa Allah yang memberdayakan saya untuk teguh dalam keputusan saya, akan membantu saya berdiri. Berpikir bagaimana kita “meneguhkan hati”, secara mental saya mengetahui bahwa saya tertanam kokoh dan berdiri dengan begitu diam dan kuat sehingga tidak sesuatu pun dapat menjatuhkan saya. Lalu terlintas tiga kata: Kebenaran adalah Allah.” Saya memahami kata-kata tersebut dalam segala kesederhanaannya. Dan rasa sakit—yang sekarang saya lihat adalah dusta yang keji yang menegaskan bahwa saya adalah seonggok zat, yang tunduk kepada keadaan zat dan diperintahi oleh hukum zat—lenyap. Demam itu lenyap juga.

Sekelumit pandangan itu, bahwa seluruh wujud saya ada di dalam Allah, dan karena itu bersifat rohaniah, berbicara kepada saya dengan kuasa yang begitu besar sehingga saya merasakan kehadiran Allah bersama saya, dan saya mulai mempersiapkan makan malam untuk keluarga saya. Ketika saya hendak tidur, luka tersebut telah mengering. Saya tidur semalaman, dan ketika bangun keesokan harinya, kulit pada luka itu telah menutup. Dalam waktu singkat rongga yang terjadi karena luka itu terisi dan tempat itu halus mulus.
Setiap hari saya belajar lebih banyak tentang doa yang menyembuhkan. Sehelai Post-it berwarna kuning neon yang tertempel di komputer saya mengingatkan saya setiap hari untuk:

MULAI dengan Allah;
TETAP bersama Allah;
BERPEGANG TEGUH-TEGUH kepada Allah;
BERDIRI dengan Allah.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.