Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

“Kami tidak mengizinkan hal seperti itu di sini”

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 3 September 2020

Aslinya diterbitkan di edisi 10 Agustus 2020 majalah Christian Science Sentinel


Ketika saya menulis artikel ini, berbagai perusahaan sedang dalam tahap pembukaan kembali yang berbeda-beda di Amerika Serikat, tetapi masih tetap ada kekhawatiran mengenai kesehatan para pekerja, pemberi kerja, dan pelanggan terkait status pandemi COVID-19 saat ini. 

Berbulan-bulan telah berlalu sejak saya terakhir mengunjungi sebuah toko setempat kesukaan saya. Hari itu, hari Sabtu, yang biasanya ramai, keadaannya sama sekali tidak seperti biasanya. Toko antik yang populer ini, yang terletak di pinggiran kota, hampir kosong ketika saya datang untuk melihat-lihat. Berharap itu disebabkan setiap orang berada di luar memanfaatkan cuaca yang menyenangkan dengan sinar matahari yang cerah, saya mengemukakan hal itu kepada pemilik toko ketika berbincang-bincang dengannya.

Tetapi dia berpikir lain, “Saya pikir itu karena virus corona,” katanya. Kemudian dengan kepastian yang terpancar di matanya, dia menambahkan, “Tetapi kami tidak mengizinkan hal seperti itu di sini.” 

Ini terjadi beberapa minggu sebelum semua bisnis yang “tidak penting” diminta tutup untuk waktu yang tidak ditentukan, dan hal itu dilakukannya dengan patuh, guna mendukung setiap orang di lingkungannya. Tetapi tanggapannya hari itu menunjukkan suatu pendirian mental yang mengagumkan terhadap kekacauan ekonomi dan sosial yang dialami seluruh dunia sebagai akibat dari pandemi itu. Itu seperti bertekad “Anda tidak mempunyai urusan di sini dan tidak akan membuat saya takut atau menghancurkan sukacita saya” dan juga mengatakan “Tidak saat ini dan tidak akan pernah.” 

Ketika datang kesulitan, wajar untuk merasa bahwa hal itu tidak adil dan kita melawannya, meskipun keadaan itu kelihatannya di luar kendali kita. Sesungguhnya tidak seorang pun melawan ketidakadilan lebih gigih daripada Kristus Yesus, yang oleh orang Kristen dianggap sebagai pembela kemanusiaan dan penyembuh terbesar sepanjang masa. Ia melakukan semua itu bukan dengan memanfaatkan cadangan kemauan insani atau tekad yang luar biasa besarnya, melainkan karena ia percaya sepenuhnya bahwa Bapanya yang pengasih dan mahakuasa, Allah, menyembuhkan dan menyelamatkan umat manusia dari penyakit dan penderitaan. “Segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah,” ia memberitahu murid-muridnya (Markus 10:27). Sementara Yesus tergerak oleh belas kasihan kepada mereka yang tersesat, “seperti domba yang tidak mempunyai gembala,” (Markus 6:34), atau mereka yang dikuasai ketakutan atau penyakit, seperti penderita kusta yang ditemuinya (lihat Markus 1:41), tidak ada gambaran atau laporan tentang penderitaan yang dapat menggoyahkan iman Yesus yang sangat kuat dalam kebaikan serta kuasa penyembuhan Allah. 

Saya sudah selalu menyukai ide bahwa saya dapat menjadi penjaga di pintu pikiran saya

Ketika dia menyembuhkan anak seorang pegawai istana yang sedang sekarat karena demam (lihat Yohanes 4:46-53), pada dasarnya Yesus mengatakan tentang penyakit: “Kita tidak mengizinkan hal seperti itu di sini! Allah kita yang pengasih bukanlah sebab dari penyakit, demikian juga Allah tidak mengirimkan penyakit. Karena tidak memiliki sebab, kuman atau virus—atau apa  saja yang merugikan—tidak dapat menghancurkan hidup, karena Allah adalah Hidup, dan Dia memberi kita hidup. Hidup bersifat abadi—dan setiap orang dapat belajar bagaimana membuktikan hal ini.” 

Dan ketika Yesus melihat ribuan orang memerlukan makanan, kesadarannya bahwa Allah menyediakan semuanya tanpa batas, menggandakan beberapa roti dan ikan dengan cukup untuk memberi makan mereka semua (lihat Matius 14:14-21).  Alih-alih menjadi panik oleh kesaksian akan kekacauan yang seakan tidak dapat dibantah—entah itu kekurangan makanan, penyakit, maut, resesi ekonomi, atau cuaca yang ekstrem—pikirannya hanya terkesan oleh kehadiran Allah dan keselarasan serta kesempurnaan ciptaanNya. Dan kesadaran rohaniah ini menyembuhkan setiap kasus.   

Naluri bahwa kita memiliki hak, dan yang lebih penting, kemampuan, untuk mengatasi ketakutan, putus asa, dan penyakit—bahwa sesungguhnya, kita dapat tidak mengizinkan semua itu memasuki pikiran kita dan karena itu memasuki pengalaman kita—datang dari Budi yang esa dan ilahi, atau Allah. Ini menunjukkan fakta bahwa kita mencerminkan Budi ilahi ini, maupun kesadaran dari Kasih ilahi yang menghapuskan ketakutan dan khayalan tentang penyakit.

Pengetahuan bahwa kita memiliki kuasa rohaniah ini telah sangat membantu saya saat menghadapi tantangan fisik atau tantangan lainnya. Misalnya, pada suatu pagi, ketika sedang bekerja saya mulai menunjukkan gejala-gejala yang jelas akan penyakit flu dan saya secara mental segera memeriksa daftar kegiatan yang mungkin harus saya tunda, termasuk mengajar kelas-kelas sore hari yang sudah dijadwalkan. Dengan cepat sekali saya sadar bahwa saya dapat menolak pikiran itu dan tidak mengizinkan saran bahwa saya menjadi sakit, mendapat tempat di dalam pikiran saya. “Berjagalah di pintu pikiran,” saya ingat membaca di buku ajar Ilmupengetahuan Kristen, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci karangan Mary Baker Eddy. Pernyataan tersebut berlanjut: “Jika kita hanya membiarkan masuk kesimpulan-kesimpulan yang ingin kita lihat diwujudkan dalam tubuh, maka kita akan menguasai diri kita sendiri dengan selaras. Kalau kita berhadapan dengan suatu keadaan yang kita katakan menyebabkan penyakit, entah hal itu keadaan udara, suatu usaha jasmaniah, hal turun-temurun, penularan, atau suatu kecelakaan, maka lakukanlah tugas kita sebagai penjaga pintu dan tutuplah pintu terhadap pikiran serta ketakutan yang tidak sehat itu. Tolaklah dari budi fana semua kesesatan yang merugikan, maka tubuh tidak dapat menderita oleh karenanya” (hlm. 392).  

Suatu kamus mendefinisikan penjaga pintu sebagai “seseorang yang ditempatkan di pintu atau gerbang untuk membiarkan masuk atau membantu mereka yang masuk” (merriam-webster.com). Saya telah selalu menyukai ide bahwa saya dapat menjadi penjaga di pintu pikiran saya dan mempraktekkan kuasa rohaniah atas penyakit dengan cara ini alih-alih hidup dalam ketakutan akan penyakit atau merasa takluk kepada penyakit.

Dalam beberapa jam setelah menjadi penjaga pintu dan menolak masuk pikiran apa pun yang tidak berasal dari Allah, kebaikan, gejala-gejala flu itu lenyap, dan saya bersyukur dapat melanjutkan jadwal saya yang biasa di kantor. Meskipun saya telah mengalami banyak kesembuhan jasmaniah lainnya dari penyakit yang dianggap lebih serius, termasuk penyakit kulit yang menular, saya ingat kesembuhan yang satu ini dengan begitu jelas karena gejala-gejalanya lenyap dan kesembuhan datang dengan begitu cepat. 

Sekarang, ketika kita berdoa agar komunitas kita terbuka kembali dengan aman, saya teringat akan suatu plakat yang terletak di meja rias saya dengan pesan ini: “Para Ahli Ilmupengetahuan Kristen yang terkasih, tetaplah penuhi pikiran anda dengan Kebenaran dan Kasih, sehingga dosa, penyakit, dan maut tidak dapat memasukinya. Adalah jelas bahwa tidak sesuatu pun dapat ditambahkan kepada pikiran yang sudah penuh. Tidak ada pintu yang dapat dilalui kejahatan, dan tidak ada tempat bagi kejahatan dalam budi yang dipenuhi kebaikan. Pikiran yang baik adalah baju zirah yang tidak dapat ditembus, dengan mengenakannya anda sama sekali terlindung dari serangan kesesatan jenis apa pun. Dan tidak hanya anda sendiri yang aman, tetapi semua yang ada dalam pikiran anda beroleh manfaat darinya” (Mary Baker Eddy,The First Church of Christ, Scientist, and Miscellany, hlm. 210)

Ny. Eddy menulis kata-kata tersebut lebih dari seabad yang lalu. Pada dasarnya dia berkata tentang penyakit, “Kita tidak mengizinkan hal seperti itu di sini.” Dan melalui penemuannya akan Ilmupengetahuan Kristen, dia menunjukkan kepada dunia mengapa demikian dan bagaimana cara melakukannya.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.