Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Meningkatkan mutu doa penyembuhan metafisis

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 Januari 2010

Diterjemahkan dari The Christian Science Journal, Agustus 2000 


Banyak orang ingin benar-benar berhasil mendatangkan kesembuhan melalui doa secara rohaniah, ingin dapat memberikan doa yang menyembuhkan. Bagaimana kita melakukan hal itu, dan melakukannya dengan lebih baik?

Doa penyembuhan yang paling mujarab tidak dimulai dengan asumsi bahwa suatu keadaan yang mengkhawatirkan benar-benar sejati tetapi harus disingkirkan, meskipun mungkin terus terlihat nyata. Doa penyembuhan dimulai dengan pengakuan akan Allah, akan sifatNya yang tidak bercela serta pemeliharaanNya yang sempurna atas ciptaanNya. Dan doa penyembuhan yang terbaik cenderung untuk tetap bertahan di situ, bersama Allah. Doa yang efektif adalah komunikasi dengan Allah, suatu penegasan yang pasti akan kesejatian bahwa Allah serta anak-anakNya adalah murni dan sempurna—suatu penegasan yang membangunkan kita dari tidur serta mimpi bahwa hidup ada di dalam zat.

Doa yang praktis dimulai dari puncak gunung—dari keyakinan bahwa Allah hadir di mana-mana. Doa yang praktis meninggalkan lembah pendapat insani serta bukti yang diberikan penanggapan badaniah. Dari lembah, kita melihat ke atas. Dari puncak gunung, kita melihat sekeliling. Melihat ke atas dari lembah, kita mungkin merasa harus menghadapi tanjakan yang sulit—penyakit yang banyak diberitakan, keadaan keuangan yang kelihatannya tanpa harapan, bisnis yang menghadapi banyak tekanan,  atau suatu hubungan yang berantakan—yang harus kita perangi dan atasi. Jika kita melihat sekeliling dari puncak, kita melihat pemandangan yang menjanjikan, yang tidak ada habisnya: kesemestaan Roh yang tanpa zat, yang meniadakan semua ketidakselarasan. Adakah yang lebih berkuasa dari itu?

Etika dalam doa penyembuhan metafisis menuntut perhatian kita yang cermat. “Adalah praktek palsu pada bidang mental untuk menjadikan penyakit suatu kesejatian—untuk menganggapnya sebagai sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan—dan kemudian mencoba menyembuhkan penyakit itu dengan Budi” demikian kita baca dalam bab Mempraktekkan Ilmupengetahuan Kristen dalam buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci, karangan Mary Baker Eddy. “Adalah sama sesatnya kalau kita percaya, bahwa suatu tumor, kanker, atau paru-paru yang sedang hancur sungguh-sungguh ada, sedang kita mengemukakan argumen melawan kesejatiannya, seperti sesat juga kalau pasien kita percaya, bahwa ia merasakan penyakit itu di dalam tubuhnya. Praktek mental yang menganggap penyakit sebagai suatu kesejatian melekatkannya pada pasien, dan penyakit itu mungkin akan menjadi nyata dalam suatu bentuk yang lebih menakutkan” (hlm. 395).

Oleh karena itu, doa yang menyembuhkan menolak kepercayaan bahwa ada sesuatu, di sesuatu tempat yang memerlukan penyembuhan. Doa penyembuhan dengan kuat menolak pendapat bahwa penyakit dan hal yang tidak sempurna, merupakan kesejatian bagi siapa saja, di suatu waktu. Doa penyembuhan yang ideal bukanlah suatu prosedur insani yang diljalankan dalam suatu jangka waktu.  Alih-alih demikian, doa penyembuhan yang ideal menyatakan bahwa kuasa ilahi tersedia setiap saat. Penyembuh Kristiani, yang berkomunikasi dengan Allah, melihat sifat tidak bercela ciptaan Allah. Kesadaran yang murni ini, yang mencerminkan Budi yang satu, dapat diumpamakan sebagai jendela yang tidak terhalang, yang jernih bagaikan kristal, untuk dilalui terang dan kesejatian Budi, Allah. Maka datanglah kesadaran bahwa kitasesungguhnya tidak melakukan sesuatu—Allah-lah yang melakukan semuanya dan merupakan Semua.

Doa penyembuhan yang memberikan kepuasan, bersukacita bahwa kesempurnaan semua wujud merupakan  fakta sekarang juga di seluruh alam semesta, dan secara mendalam merasakan hal itu.  Doa yang demikian menyingkirkan keinginan untuk bermain-main dengan zat atau mengelola secara rinci keadaan insani. Doa yang demikian bersukacita dalam ketidakberhinggaan Allah, kebaikan,  yang menjaga semuanya. Doa yang demikian tidak hanya bergumul dengan kepercayaan tetapi memahami kesatuan Budi dengan ide rohaniahNya. Doa yang demikian, bukanlah suatu prosedur insani, baik yang sulit maupun yang tidak sulit.

Terkadang bahasa yang digunakan sehubungan dengan doa penyembuhan menunjukkan adanya sudut pandang yang dapat melemahkan doa itu. Misalnya, alih-alih menekankan konsep “bekerja mengatasi suatu masalah,” akan lebih berhasil jika kita tingkatkan hal tersebut dengan memastikan agar kita tetap tinggal di dalam kebenaran—suatu pergeseran yang cukup penting. Atau kita dapat mengatakan bahwa kita sedang bekerja mengatasi masalah dengan cara tetap tinggal di dalam kebenaran—yakni, dengan memahami kesatuan kita dengan Kebenaran, Allah. Doa penyembuhan yang benar  tidaklah terpaku pada masalah, tetapi berpaling dari masalah itu, dan memandang kesejatian sempurna semua wujud. Doa penyembuhan paling berhasil dan ditingkatkan mutunya dengan paling baik, jika kita bergerak maju dan meninggalkan perasaan bahwa ada keadaan fisik yang harus disembuhkan. Sampai kita mencapai titik tersebut, pekerjaan kita yang didasarkan doa belum lengkap.

Doa penyembuhan kita ditingkatkan kalau kita menolak untuk terseret kepada semacam penyembuhan yang dilokalisir yang difokuskan pada aspek tertentu tubuh jasmaniah. Misalnya, seorang teman minta doa penyembuhan untuk kaki kirinya, dan mengatakan bahwa punggungnya juga perlu diperhatikan, dengan tambahan ada kesulitan di kepalanya—semua itu diceritakan secara rinci!  Rincian tentang gejala semacam itu mungkin wajar dari sudut pandang teman kita. Tetapi  penyembuh harus waspada  agar hal itu tidak menarik perhatiannya kepada kebadanian. Setiap godaan untuk menggunakan  gips mental di kaki atau di tempat lain haruslah ditolak sebagai suatu pergeseran ke arah yang salah. Kesulitan tubuh yang dialami, mungkin terasa sangat  nyata bagi pasien. Tetapi kesulitan fisik tidak boleh tetap nyata bagi orang yang diminta untuk menolong pasien melalui doa penyembuhan.

Kita seharusnya tidak, dan tidak perlu, membayangkan keadaan yang kebendaan. Kita menjaga integritas rohaniah doa kita dengan tidak tergelincir dalam kegiatan membayang-bayangkan. Kita menangani secara rohaniah dan ilmiah pembengkakan, patah tulang, ruam, atau apa pun yang lain, bukan sebagai suatu keadaan yang dapat dibayangkan, tetapi sebagai penalaran sesat mengenai identitas yang adalah keserupaan Allah yang tidak bersifat badaniah.

Mengurangi dan membuangkan ketakutan pasien sangatlah penting. Hal ini akan sulit dicapai jika kita membayangkan secara mental apa yang dipercayai pasien sebagai sesuatu yang tidak selaras. Sesungguhnya hal tersebut  bukanlah kepercayaan pasien itu sendiri—hal itu adalah suatu kepercayaan dan gambar dalam pikiran manusia fana secara umum, meskipun seakan hal itu milik si penderita yang mungkin mulai merasakannya secara rinci. Jika kita menyerap gambaran yang salah, kita dapat membahayakan ketidak-takutan kita yang sangat dibutuhkan, dan mengurangi keyakinan kita akan kuasa Allah.

Kita meningkatkan mutu doa penyembuhan,  jika kita terus meninggalkan di satu sisi informasi yang diperoleh dari kelima indera—yang merupakan informan yang menyesatkan dan nabi palsu yang sesungguhnya! Meskipun sekilas terlihat tidak merugikan dan tidak berdosa seperti domba, tidak demikian kelima nabi palsu itu bagi penyembuh rohaniah, karena gambaran serta berita yang diberikannya mengenai keadaan kebendaan dapat bersifat memaksa. Alkitab memperingatkan, “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas” (Mat. 7:15).

Untuk mendatangkan kesembuhan secara metafisis, kita berpaling dari bujukan panca indera yang mengatakan bahwa manusia ciptaan Allah bersifat fana dan hidup serta menderita di dalam zat. Tidak sedetik pun kita boleh percaya bahwa kita harus membebaskan manusia dari zat atau zat dari manusia, karena hal itu tidak pernah merupakan keadaan manusia, dan sekarang pun tidak. Identitas yang sejati bersifat rohaniah, wujudnya ada di dalam Roh. Kita perlu menolak cerita panca indera yang mengatakan bahwa seseorang adalah manusia fana yang sedang sakit, dan membongkar dusta yang mengatakan bahwa orang itu mengalami kekurangan kebaikan atau merupakan pribadi jasmaniah yang sedang mengalami gangguan. Saran-saran seperti itu dapat sangat merusak jika kita terima sebagai fakta. Itu merupakan pusat dari segala penderitaan. Penyembuh, yang memahami bahwa ciptaan Allah tidak bercela, menegaskan bahwa saran-saran itu sama sekali palsu.

Karena Kristus, kekuatan yang selalu hadir akan Kebenaran yang menyembuhkan, merupakan dinamika doa penyembuhan, maka doa penyembuhan akan datang ke tempat yang harus didatanginya—bahkan jika penyembuh dan pasien dipisahkan oleh benua. Tidak ada arus kepercayaan insani yang berlawanan, yang dapat membelokkan doa penyembuhan. Satu-satunya pengaruh yang bekerja adalah pengaruh Kristus yang membawa kebaikan dan yang tidak dapat dilawan.

Doa penyembuhan yang rohaniah dan ilmiah—yang didasarkan pada Alkitab, dan ditunjukkan oleh Kristus Yesus—mengandung aura  percaya diri, apa pun tantangan yang dikemukakan penanggapan fana. Selalu ada suatu solusi insani, karena ada solusi ilahi. Pada dasarnya, solusi itu adalah, kesemestaan dan kemahakuasaan Ketuhanan. Itulah pengurai agung kekusutan yang ditimbulkan kerumitan insani. Berikut ini arahan untuk  meningkatkan mutu doa penyembuhan dengan penuh keyakinan dan mempertahankannya dengan baik: “Kita harus menginsafi, bahwa kekuasaan mental sanggup meniadakan segala paham insani yang salah dan menggantinya dengan hidup yang rohaniah, bukan yang kebendaan” (Ilmupengetahuan dan Kesehatan, hlm. 428).

Doa penyembuhan yang kokoh tidak mengandung kepercayaan insani yang lemah, atau pikiran positif yang ramah semata-mata, melainkan ide-ide yang berkuasa yang berasal dari dan ada di dalam Allah, dan tidak sesuatu pun dapat menghalangi maksud yang terkandung di dalam ide-ide tersebut. Kuasa mental yang menyembuhkan tidak dihasilkan di dalam kesadaran manusia; kuasa mental yang menyembuhkan merupakan akibat dari Budi yang satu dan mahakuasa, yakni Allah. Dipersenjatai dengan kuasa mental yang sesungguhnya—kehadiran nyata Budi abadi—kita dapat menyaksikan kesempurnaan yang disaksikan Budi, tanpa henti. Dan kesaksian kita akan kesempurnaan itu bagi perkiraan manusia terlihat sebagai penyembuhan.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.