Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Kebaikan tidak pernah tidur

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 13 Juni 2018

Aslinya diterbitkan di edisi 21 Agustus 1989 majalah Christian Science Sentinel


Suatu saat di tengah musim dingin, berbagai bentuk pernyataan alam tertidur, termasuk beratus-ratus pohon apel yang terlihat dari jendela kami. Pemandangan yang dingin itu sesuai benar dengan upaya kami yang suram dan tidak produktif untuk menjual rumah kami. Rumah itu sudah dipasarkan selama dua tahun tanpa ada satu pun penawaran yang serius. Terkadang, ketika merasa khawatir dan putus asa saya bertanya kepada diri sendiri, “Tidak adakah seseorang, di suatu tempat, yang tertarik untuk membeli rumah kami?”

Kira-kira pada waktu yang sama, saya diminta untuk menggantikan tugas Pembaca Pertama di suatu gereja cabang Ilmupengetahuan Kristen, di mana saya menjadi anggota. Saat mempersiapkan diri untuk tugas itu, saya membaca definisi tentang Gereja di buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan karangan Ny. Eddy. Memulai dengan pernyataan yang mutlak tentang sifat serta sumber gereja, Ny. Eddy menulis, "Bangunan Kebenaran dan Kasih; apa juapun yang berdasarkan pada dan berasal dari Asas ilahi.” Ia melanjutkan, “Gereja adalah lembaga yang memberi bukti tentang gunanya dan ternyata meluhurkan umat manusia — membangunkan pengertian yang sedang tidur sehingga ditinggalkannya kepercayaan kebendaan dan dicapainya pengertian tentang ide-ide rohaniah serta pembuktian akan Ilmupengetahuan ilahi, dengan demikian membuangkan setan, atau kesesatan, dan menyembuhkan orang sakit” (hlm. 583). Ketika saya berdoa untuk melihat dengan lebih jelas kebenaran praktis yang terkandung di dalam definisi tersebut, dengan penuh ilham dan kejelasan datanglah kepada saya empat kata berikut “Kebaikan tidak pernah tidur!”

Dengan segera saya mengetahui bahwa kebenaran ini adalah jawaban atas masalah pribadi saya terkait penjualan rumah itu. Keputusasaan meluangkan tempat pada keyakinan. Frustasi dan kelesuan yang saya kenakan kepada diri sendiri sirna dengan cepat. Yang tinggal hanyalah pengharapan yang penuh suka cita. Saya merasa diperbaharui.

Keesokan harinya perubahan sikap ini membawa jawaban yang benar-benar mencengangkan. Kami menerima pertanyaan-pertanyaan dari berbagai calon pembeli, salah satunya ternyata calon pemilik baru rumah kami. Beberapa hari kemudian kontrak yang sangat bagus, dengan harga awal permintaan kami, ditandatangani. Saya bersyukur untuk penyelesaian masalah kami dan untuk melihat dengan lebih jelas bahwa kebaikan rohaniah tidak tidur atau terbatas, bersifat perorangan atau insani; kebaikan rohaniah adalah cerminan Allah, yang menyatakan diriNya sebagai Semua. 

Saya belajar beberapa hal berharga dari pengalaman ini. Bahkan kebaikan yang sekecil-kecilnya pun bersumber pada Allah. Seperti berkas cahaya bukanlah asal dari sinar matahari, demikian pula manusia bukanlah asal kebaikan; ia mencerminkan kebaikan dari Allah, Roh. Yesus Kristus menunjukkan kebenaran ini dengan jelas ketika menjawab seseorang yang memanggilnya “Guru yang baik.” Yesus bertanya kepadanya, “Mengapa engkau menyebutku baik? hanya satu yang baik, yakni Allah” (lihat Matius 19:16-17 Versi King James). Di sini, saya melihat bukti dalam Alkitab bahwa materialisme tidak dapat memberi manfaat bagi manusia atau benar-benar merampas kebaikan rohaniah yang kita terima dari Allah.

Ketika kebenaran datang kepada saya demikian jelasnya, tahulah saya bahwa saya harus mematuhinya dan memberi prioritas utama untuk mempraktekkannya. Ini berarti saya perlu membuang semua pandangan fana yang meminta perhatian, antara lain rasa putus asa dan frustasi. Saya harus tunduk dan merespons apa yang ditunjukkan Allah. Saya perlu tetap dekat dengan kebenaran yang telah saya pelajari, sehingga spekulasi tentang hasilnya tidak dapat mencampuri atau membuat saya bertanya bagaimana kebenaran itu akan bekerja. Misalnya, saya tidak boleh berkata, “Secepat apa pemahaman yang semakin baik ini akan membuahkan hasil?” Pandangan perorangan, yang didasarkan pada pandangan yang terbatas tentang hidup, cenderung membutakan kita mengenai cara kerja hukum Allah yang tidak berhingga, yang selalu tersedia di dalam pengalaman kita. Allah, Asas, tidak dapat dipengaruhi manusia, karena manusia mencerminkan Allah. Jadi, untuk berdoa dengan berhasil, saya harus menyingkirkan penanggapan yang terbatas dan bersifat perorangan ini tentang keakuan dan bersukacita atas kesempurnaan maksud Allah serta manusia sebagai menyatakan rancangan ilahi itu. Seperti yang pernah dikatakan Yesus, "Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya” (Yohanes 14:10).

Pikiran-pikiran yang bersifat apatis, malas, dan lesu, adalah khayalan yang hendak menyarankan ketidakhadiran kebaikan. Setiap kesesatan dapat terlihat sejati, selama hal itu diterima sebagai kebenaran. Ilmupengetahuan Kristen menjadikan kita mampu mendeteksi dan membuang, melalui penyangkalan, kesesatan-kesesatan yang hendak mengelabui kita agar meragukan Allah.

Kita maju secara rohaniah manakala kita kurang memikirkan penanggapan insani yang terbatas tentang kebaikan dan memusatkan perhatian kita untuk belajar, mengetahui, dan membuktikan kebaikan rohaniah yang adalah Allah. Hasil dari upaya ini adalah moralitas, kesehatan, dan kedamaian yang lebih baik. Bahkan pencapaian insani kita akan lebih mencerminkan sifat Asas yang permanen dan kurang mencerminkan penanggapan perorangan tentang hidup. Suatu pemahaman yang lebih baik mengenai Kebenaran memungkinkan kita melihat bahwa tepat di mana seakan terjadi suatu keadaan yang stagnan, tidak bergerak, tidur, di situ terdapat sepenuhnya ide Allah yang menyatakan kesempurnaan, kelimpahruahan, pemenuhan, dan hasil. Berbicara tentang kejahatan, Ny. Eddy memberi kata-kata yang berharga ini mengenai pokok itu: “Tujuan yang jahat dari kekuatan-pikiran yang disalahgunakan, atau magnetisme hewani, adalah untuk melumpuhkan kebaikan dan memberi kegiatan kepada kejahatan” (The First Church of Christ, Scientist, and Miscellany, hlm 213). 

Kita bisa lebih berdiam diri dan mendengarkan arahan serta bimbingan Allah. Alkitab menyatakan, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah" (Mazmur 46:11). Kebenaran menjadikan kita yakin akan kehadiran kebaikan di dalam hidup kita.

Kita juga dapat mulai menuntut hak kita atas kelimpahruahan. Yesus memberikan contoh bagaimana ia menganggap rendah ketandusan. Suatu pagi, saat melakukan perjalanan ia merasa lapar dan melihat sebuah pohon ara.Tetapi saat ia tiba di tempat itu, tidak ada buah pada pohon itu. Ia pun berkata, “Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya.” Dalam Alkitab tertulis bahwa “seketika itu juga keringlah pohon ara itu” (Matius 21:19). Mengingat banyaknya penyembuhan serta pembuktian yang dilakukan Yesus selama pelayanannya yang mengesankan, tidakkah kejadian dengan pohon ara itu suatu petunjuk akan kesadarannya yang bersifat Kristus bahwa kebaikan yang melimpah merupakan bukti yang sah akan kehadiran Allah yang penuh kasih?

Allah menyatakan diriNya sebagai Kasih—murni, sempurna, Semua. Pengetahuan kita mengenai fakta ini menyembuhkan ketidakselarasan. Kelimpahan rohaniah adalah warisan Allah kepada manusia. Oleh sebab itu manusia tidak bisa mengenal keadaan yang tandus atau tertidur. Semua ini bukan bagian dari susunan manusia, gambar dan keserupaan Allah, dan kita dapat membuktikan bahwa hal-hal tersebut tidak memiliki tempat dalam pengalaman kita. 

Ketika saya bersedia untuk mencari bukti-bukti akan Roh, Kasih ilahi, saat berupaya menjual rumah kami—kebaikan dinyatakan dengan melimpahruah. Saya menyadari bahwa ide-ide Allah ada bersama-sama Dia dan sumberdayaNya yang tidak berbatas akan kebaikan. Kita masing-masing dapat menolak untuk percaya bahwa kita untuk sedetik pun dapat dipisahkan dari Allah serta kebaikanNya.  

Kehidupan Yusuf, Daud—dan terutama, Yesus Kristus—membuktikan suatu fakta agung yang mendasar: manusia diciptakan dan senantiasa diperintahi oleh Allah Ibu-Bapa yang sangat lemah lembut, penuh kasih, dan merangkul semua. Hal ini benar, karena seperti diberitakan Alkitab, Allah adalah Kasih (lihat 1 Yohanes 4:8). “Tapi,” orang mungkin bertanya, “jalan saya saat ini rasanya sulit dengan berbagai masalah. Bagaimana saya dapat percaya bahwa kebaikan melimpahruah?” Kasih Allah tidak berat sebelah dan tidak berhingga. KristusNya mengangkat kita keluar dari penanggapan akan kehidupan yang stagnan kepada kebebasan rohaniah. Kesaksian penyembuhan yang terdapat di majalah-majalah Ilmupengetahuan Kristen—termasuk yang dimuat di bagian belakang edisi ini—memberi banyak bukti tentang hal itu.

Rasa syukur seringkali merupakan langkah pertama menuju kemenangan mutlak. Saat pengalaman kita seakan dipenuhi tantangan, maka itulah saat untuk bersukacita atas penebusan yang dihasilkan doa kita yang tulus. Alkitab dan buku ajar Ilmupengetahuan Kristen, Ilmupengetahuan dan Kesehatan, sangatlah penting untuk membantu seseorang mendapatkan penebusan ini. Dengan mempelajari kedua buku itu kita memperoleh sesuatu yang jauh lebih banyak memberi kepuasan daripada materialisme yang terbatas.

Ilmupengetahuan dan Kesehatan merujuk kepada aspek pengalaman insani ini ketika mengutip William Shakespeare:

Malapetaka ada gunanya,
Bagai katak, buruk dan berbisa,
Namun berintan mulia di kepalanya (hlm. 66)

Inilah pelajaran yang saya dapatkan dari pohon apel yang tertidur yang disebutkan di atas. Segala yang benar-benar diperlukan untuk merubah penampilan mereka dari ketandusan kepada kelimpahruahan adalah kehangatan sinar matahari musim semi, yang mencairkan tanah yang beku (menyiratkan kasih Allah). Lalu dengan bunga-bunga yang indah, ketandusan dengan wajar menyerah kepada buah-buah yang lebat.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.