Skip to main content Skip to search Skip to header Skip to footer

Saat keadilan dan kasih sayang menyatu

Suatu pembicaraan dengan dengan Brad Jones

Dari Bentara Ilmupengetahuan Kristen - 1 September 2011

Diterjemahkan dari The Christian Science Journal, edisi Oktober 2010


Seorang pemain baseball dan ahli filsafat yang jenaka, Yogi Berra, pernah mengatakan, “Saat  Anda sampai di persimpangan jalan, tentukan pilihan Anda.”

Perjalanan Brad Jones sampai di persimpangan 35 tahun yang lalu.

“Setelah selesai kuliah dan menikah, saya bekerja di bidang perencanaan keuangan,” demikian  pria yang tumbuh dan tinggal di Oklahoma itu menjelaskan dalam suatu wawancara baru-baru ini. “Kemudian saya mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan yang diadakan oleh Presiden Direktur sebuah perusahaan real estat terkemuka. Dan sesudah itu saya mendirikan perusahaan broker di bidang real estat.”

Tetapi tiba-tiba Brad Jones meninggalkan semua itu. Dia menanggapi panggilan yang berbeda. Dan dia membuat sebuah komitmen yang sama sekali baru.

Brad Jones: Jika menengok ke belakang, saya dapat melihat tiga titik balik dalam hidup saya. Yang pertama berkaitan dengan pernikahan saya. Saya mengatakan kepada tunangan saya bahwa saya ingin menghadiri Gereja Ilmupengetahuan Kristen dan dia boleh memilih gereja  mana pun yang disukainya. Tetapi bila nanti kita mempunyai anak, saya ingin mereka diperbolehkan mengikuti Sekolah Minggu Ilmupengetahuan Kristen. Tunangan saya sangat pengertian. Setelah menikah, dia mempelajari Ilmupengetahuan Kristen.  Mengamati pertumbuhan rohaniah yang dialami isteri saya, membuat saya mawas diri. Intisari ajaran Ilmupengetahuan Kristen yang sarat dengan kasih sayang, prinsip yang benar, nilai-nilai kedisiplinan dan moralitas yang tinggi merupakan hal-hal yang wajar bagi saya namun saya tidak dapat menyebut diri saya seorang pelajar Ilmupengetahuan Kristen yang sesungguhnya. Jadi ketekunan isteri sayalah yang mendorong saya untuk menjadi seorang pelajar Ilmupengetahuan Kristen yang lebih baik.

Titik balik yang kedua terjadi saat saya makan pagi dengan seorang penceramah Ilmupengetahuan Kristen, Geith Plimmer. Beliau menjawab pertanyaan saya dengan sebuah kisah dari Alkitab, dan sepertinya beliau merasa bahwa saya tidak sepenuhnya memahami inti sari kisah itu. Beliau berhenti menyantap sarapannya, memandang saya, dan dengan tegas berkata sambil  menunjuk saya dengan jarinya,  “Pelajari Alkitab Anda! Semua yang Anda perlukan ada di dalam Alkitab Anda. Pahamilah Alkitab Anda!”  Selama enam bulan sesudah itu, saya mempelajari Alkitab sampai jam 2:00 atau 3:00 pagi. Ini benar-benar suatu perubahan besar bagi saya, karena pembelajaran yang penuh displin itu merubah semuanya. Dalam diri saya timbul minat dan rasa hormat yang dalam terhadap Alkitab. Selain itu pembelajaran tersebut  juga memberi saya pemahaman yang terus-menerus berkembang mengenai Ilmupengetahuan dan Kesehatan dan penjelasannya yang menerangi Alkitab. Jadi itu benar-benar merupakan titik balik dalam pembelajaran dan pengalaman rohaniah saya.

Titik balik yang ketiga terjadi saat saya menjadi Pembaca Pertama di gereja cabang di Tulsa. Saya sedang mempersiapkan bacaan untuk pertemuan hari Rabu dan menggunakan konkordansi untuk buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci karangan Mary Baker Eddy. Walaupun saya telah menemukan bagian yang saya cari, tetapi saya meneruskan membaca halaman itu. Pada halaman tersebut tertulis, “Mengejar jabatan yang lain dan pada waktu yang sama maju secepat-cepatnya dalam pembuktian akan Ilmupengetahuan ini, tidaklah mungkin” (hlm. 457). Kalimat tersebut seakan-akan ditujukan kepada saya. Keesokan harinya saya ke kantor, mengumpulkan semua pegawai, dan mengumumkan: “Begitu kita memenuhi semua kewajiban kita, saya akan menutup perusahaan ini.” Dan saya jelaskan kepada mereka alasan saya. Mereka semua mendukung saya. Sejak saat itu saya mengabdikan diri kepada Ilmupengetahuan Kristen.

Isteri saya sangat mendukung keputusan saya ini. Tetapi budi yang kedagingan—yang menentang kemajuan rohaniah dan hal-hal yang baik—mulai mengajukan berbagai pertanyaan: “Tunggu dulu. Bagaimana Anda dapat melakukan hal ini. Bagaimana dengan keadaan keuangan Anda?” Lalu saya ingat kata-kata Rasul Paulus, “Aku tidak minta pertimbangan kepada manusia” (Gal 1:16). Saya memeriksa keputusan saya dan sadar bahwa keputusan itu tidak berasal dari penalaran insani dan bahwa saya tidak akan perpaling kepada “pertimbangan manusia” untuk mendapatkan pembenaran atau penjelasan atas keputusan tersebut—atau memikirkan ke mana semua itu akan membawa saya. Pada dasarnya saya merasa, “Ini adalah kehendak Bapa, kehendak Allah Ibu-Bapa, dan adalah tugas saya untuk mengimani kearifan dan kelengkap-sempurnaan setiap petunjuk Allah.”

Wah, luar biasa, Brad. Perlu keberanian untuk mengambil langkah pertama seperti itu. Anda sama sekali tidak merasa takut?

Tidak, saya tidak takut. Dan saya rasa ini karena saya melawan godaan untuk mulai menganalisa keputusan itu secara insani. Saya tidak membiarkan diri saya terseret ke arah itu. Selain itu keterlibatan saya dalam pekerjaan rohaniah maju dengan pesat, sehingga sesungguhnya tidak ada waktu atau tempat untuk merasa takut!

Saya mengenang kembali dan melihat segala keperluan saya terpenuhi. Saya ingat apa yang dikatakan tentang komitmen oleh pemimpin tim Skotlandia saat mendaki pegunungan Himalaya, yakni, bahwa saat kita membuat komitmen, sungguh menakjubkan melihat betapa pemeliharaan ilahi mendukung komitmen itu.

Saya memang membuat komitmen—komitmen untuk menjadi penyembuh Ilmupengetahuan Kristen purna waktu—dan itulah yang membawa saya maju.

Anda percaya akan adanya, sebut saja, suatu hukum rohaniah yang mendasari pengalaman insani—yakni, bahwa komitmen Anda yang diilhami Roh juga akan terbukti sebagai komitmen yang dipelihara Roh.

Betul. Saya menyukai cerita Alkitab mengenai Lot. Dia diperintahkan supaya tidak menengok ke belakang (lihat Kejadian 19:17). Setelah membuat keputusan tersebut saya tidak pernah melihat ke belakang. Dan saya rasa ini karena kedua orang tua saya mengajar saya untuk bisa membuat keputusan seperti itu sejak saya masih kecil. Saya tumbuh dewasa dengan belajar untuk mempercayai apa yang saya rasa benar dan maju terus tanpa takut. Saya rasa pengalaman masa kecil ini mempersiapkan saya untuk mengambil keputusan penting itu dalam hidup saya. 

Mari kita berbicara mengenai hal ini sebentar, karena saya ingin menanyakan bagaimana segi kehidupan Anda sebelum menjadi penyembuh Ilmupengetahuan Kristen purna waktu mempengaruhi Anda dan terbawa dalam pekerjaan penyembuhan Anda. Misalnya, sejauh mana latar belakang Anda di bidang perencanaan keuangan dan sebagai broker real estat mempengaruhi pandangan Anda secara khusus?

Saya rasa, bukan masalah apakah seseorang bekerja sebagai  manajer atau pegawai di bidang penjualan, ataupun sebagai pengelola toko swalayan atau rumah tangga, merancang mobil atau berolah raga. Saya rasa semua pengalaman memberi kita kesempatan untuk memilih bersikap penuh maaf dan penuh pengertian alih-alih menaruh dendam atau marah, melakukan hal yang benar alih-alih melakukan hal yang mudah atau didasari motivasi insani. Pilihan yang mendasar inilah yang dirujuk Musa, saat dia berkata yang intinya sebagai berikut: “Aku menghadapkan kepadamu kebaikan dan kejahatan—nah pilihlah kebaikan” (lihat Ulangan 30: 15-20). Saya rasa semua pengalaman memberi  kita pilihan moral seperti itu, dan pilihan kita untuk melakukan yang benar dalam suatu peristiwa mengembangkan kita untuk siap menghadapi pengalaman berikutnya.

Sebagai contoh, seorang agen di perusahaan real estat saya datang dengan kontrak pembelian sebuah kompleks apartemen. Kemudian dia berkata, “Mungkin kita bisa menjual properti ini, tetapi transaksi ini akan sulit. Pembelinya adalah orang yang sangat tidak menyenangkan.” Karena saya pemilik perusahaan, pembeli itu menelpon saya pagi itu juga. Setelah pembicaraan selesai, saya berkata kepada diri sendiri, “Transaksi ini tidak akan mudah, karena pembelinya benar-benar orang yang sulit.”

Saya bahkan belum selesai memikirkan hal itu, ketika saya merasakan teguran keras Sang Bapa, “Berani-beraninya kamu memandang ciptaanKu dengan cara begitu.” Teguran itu membuat saya sadar akan apa yang telah saya lakukan. Saya telah dihadapkan kepada pandangan yang salah akan ciptaan Allah dan saya memilih untuk mempercayainya, alih-alih menolaknya dan mengidentifikasi pembeli tersebut dengan benar sebagai pernyataan Allah yang sempurna—sayakah yang “memberi perintah kepada-Ku  (Allah) mengenai yang dibuat tangan-Ku (Allah)?” demikian tertulis dalam Alkitab (Yes 45:11). Adalah tugas Allah untuk mendefinisikan ciptaanNya, bukan tugas kita. Seperti kata Musa, suatu pilihan dihadapkan kepada saya, suatu pilihan untuk menerima yang dikatakan manusia fana tentang ciptaan atau yang dikatakan Allah—Kebenaran, Kasih ilahi. Dalam hal ini saya gagal membuat pilihan yang benar. Tetapi untungnya kita selalu dapat bertobat, sebagaimana diajarkan dan diperintahkan Yesus kepada kita. Maka saya pun mulai bertobat—menyesuaikan pikiran saya dengan apa yang benar tentang seluruh umat manusia dan menghapuskan pikiran saya sebelumnya mengenai salah satu anak Allah yang dikasihiNya. Kira-kira 15 menit kemudian, pembeli itu menelpon saya lagi dan minta maaf telah bersikap sulit dalam pembicaraan sebelumnya. Dia menambahkan, “Sebetulnya saya tidak seperti itu.” Saya menjawab, “Saya tahu.” Transaksi itu berjalan lancar dan sangat menyenangkan.

Hal seperti ini, kesempatan untuk menyesuaikan pikiran kita dengan Kebenaran dan melihat hasilnya yang baik, dapat  datang kepada siapa pun melalui kegiatan apa pun dalam hidup kita. Praktek  Ilmupengetahuan Kristen didasarkan pada kegiatan memandang sesama secara rohaniah, sebagaimana Allah menciptakan kita, yang berarti menolak pandangan apa pun mengenai diri kita dan orang lain yang bertentangan dengan pandangan yang benar dan rohaniah ini. Jadi pengalaman saya di bidang bisnis merupakan sekolah untuk persiapan moral dan rohaniah, seperti juga semua kegiatan lain. Yang penting adalah, kita tidak ingin melepaskan kesempatan mendapatkan pelajaran yang baik dari pengalaman insani kita.

Misalnya, saya ingat pengalaman saya saat berumur sekitar 5 atau 6 tahun. Ibu dan saya berbelanja di toko. Ketika menuju ke mobil, ibu melihat saya sedang mengunyah permen karet. Ibu tahu beliau tidak membelikan saya permen karet dan bahwa saya tidak mempunyai uang. Jadi ibu bertanya dari mana saya mendapatkan permen karet itu. Dan saya mengaku telah mengambilnya. Ibu mengatakan kepada saya untuk keluar dari mobil, pergi sendiri  menemui manajer toko, dan memberitahukan apa yang telah saya lakukan. Apa pun yang dilakukan manajer toko itu kepada saya, ibu tidak keberatan. Dalam kilas balik, saya sadar ibu melihat kejadian tersebut sebagai suatu kesempatan untuk mengembangkan, bukan saja perilaku saya, tetapi juga mutu pikiran saya, yang menentukan perilaku saya.

Saya paham bahwa ibu Anda membantu Anda belajar bagaimana berperilaku dan berpikir sesuai dengan Asas ilahi Anda—Asas ilahi semua orang, satu-satunya Asas ilahi yang universal bagi pikiran dan tindakan. Dan yang pasti, hidup sesuai Asas dengan sendirinya mencakup perilaku yang jujur dan penuh integritas.

Ya. Dan selama tumbuh dewasa, saya memiliki banyak kesempatan untuk belajar tentang hal itu. Misalnya, ketika remaja saya agak mahir berenang, dan beberapa pelatih menganggap bahwa jika mempersiapkan diri, saya memiliki potensi untuk ikut Olimpiade. Oleh karena itu, boleh dikatakan saat itu berenang merupakan kehidupan saya. Tetapi ada suatu persyaratan, yakni, saya harus menjalani pemeriksaan kesehatan. Bagi banyak orang, itu bukan masalah, dan saya dapat memahaminya. Tetapi bagi saya itu merupakan masalah, karena saya dibesarkan untuk berpaling dari tubuh, dari memusatkan perhatian pada keadaan fisik, kepada Roh sebagai substansi saya, kesehatan saya, kekuatan saya, dan kemampuan saya. Orang tua saya berusaha mendapatkan pengecualian bagi saya. Tetapi saat mereka gagal, mereka menyerahkan keputusannya kepada saya. Dan saya memutuskan untuk berhenti berenang karena merasa persyaratan itu tidak sesuai dengan asas-asas yang saya anut.

Saya melihat kembali pengalaman seperti itu dan tahu bahwa hal tersebut mempersiapkan saya menghadapi tantangan di masa depan. Jadi bertahun-tahun kemudian, ketika tiba saatnya untuk memilih terus bekerja di perusahaan sendiri atau mengambil jalan yang lain—menjawab panggilan yang tiba-tiba untuk menjadi penyembuh Ilmupengetahuan Kristen purna waktu,—saya telah dipersiapkan dengan sangat baik.

Brad, ini baru terpikir oleh saya. Mari kita telusuri di Internet kisah W.H. Murray, seorang berkebangsaan Skotlandia yang memimpin Tim Ekspedisi Pendakian Himalaya di tahun 1930an, yang sepertinya Anda rujuk sebelumnya.

Ya, ya, memang benar, itu orangnya.

Nah, saya tahu mengapa Anda merujuk pada ucapannnya yang terkenal itu. Di dalamya terkandung pesan rohaniah yang dalam.

Saya ingat pesan itu sangat berarti bagi saya. Ayah menceriterakannya kepada saya.

Nah, ini dia. Kelihatannya kutipan tadi diambil dari buku Murray, The Scottish Himalayan Expedidtion, yang terbit tahun 1951: “Sebelum kami membuat komitmen, masih ada keraguan, kemungkinan untuk mengurungkan niat, keadaannya selalu tidak efektif. Mengenai kegiatan mengambil inisiatif atau mencipta, ada suatu kebenaran sederhana, yang karena tidak diketahui, telah mematikan ide serta rencana hebat yang tidak terhitung banyaknya: yakni, saat kita dengan tegas membuat komitmen, maka pemeliharaan pun menyertai kita juga. Suatu rangkaian peristiwa mengalir dari keputusan itu, menghasilkan kejadian, pertemuan dan bantuan finansial, yang menguntungkan dan tidak terduga sebelumnya dan yang tidak pernah terbayangkan. Saya sangat menghargai salah satu pernyataan Goethe  ‘Apa pun yang dapat Anda lakukan atau dapat Anda impikan untuk dapat melakukannya, mulailah melakukannya. / Keberanian memiliki kejeniusan, kuasa dan keajaiban di dalam dirinya!’”

Ketika memutuskan untuk berhenti berenang—dan saya masih ingat betapa saya berlinang airmata saat menelpon pelatih saya untuk memberitahukan bahwa saya tidak dapat melanjutkan latihan—tepat keesokan harinya seseorang menelpon, meminta saya bekerja untuknya. Akhirnya saya bekerja untuknya selama enam tahun. Kehadirannya membantu membimbing saya melalui tahun-tahun pembentukan watak saat remaja. Waktu itu mungkin saya tidak menyadari, tetapi dalam kilas balik, saya melihat bahwa berkomitmen untuk melakukan yang saya anggap benar mendatangkan kesempatan bekerja tersebut—dan kesempatan itu tidak akan datang dengan cara yang lain. Hal yang sama terjadi saat saya membuat komitmen untuk menjadi penyembuh Ilmupengetahuan Kristen. Hal-hal yang mendukung datang menghampiri ketika saya memutuskan untuk menutup perusahaan dan menjadi penyembuh—hal-hal yang tidak pernah saya impikan—hal-hal yang tidak akan datang dengan cara lain. Semua itu merupakan penggenapan janji seperti yang diucapkan Murray yang baru saja Anda bacakan.

Jadi pengalaman masa kecil Anda juga menunjukkan peran seorang mentor. Ayah Anda menjadi mentor melalui pesan rohaniah dalam wawasan yang dimiliki Murray. Ibu Anda menjadi mentor Anda dalam kejadian di toko swalayan itu. Kemudian boss Anda menjadi mentor Anda ketika Anda berhenti berenang.

Boss saya sudah pasti merupakan mentor dalam hidup saya, di saat yang sangat penting dalam kehidupan seorang pemuda, karena beliau menegaskan hal-hal yang diajarkan orang tua saya. Saya dapat melihat bahwa seluruh tahap dalam pengalaman saya itu menguatkan dan melindungi perkembangan pikiran saya, dan tidak membiarkan pikiran saya tercemar.

Ya dan ada sesuatu yang sangat indah dalam pengalaman insani kita saat kita menemukan mentor dalam diri berbagai orang, seperti Geith Plimmer.  Saya pernah berkesempatan menghadiri salah satu ceramahnya. Sungguh mengesankan. Seperti anda katakan, beliau menjadi mentor Anda di saat yang menentukan itu, lalu beliau menunjukkan sesuatu yang kita, sebagai orang Kristen tahu, dan telah mendapat manfaat besar dalam hidup kita—bahwa Alkitab merupakan mentor pamungkas yang sangat handal.

Terutama jika didampingi buku yang menyingkapkan pesan rohaniah yang terkandung dalam Alkitab, Ilmupengetahuan dan Kesehatan dengan Kunci untuk Kitab Suci.

Betul! Nah, selama 35 tahun ini, selama Anda membuat komitmen untuk menjadi penyembuh Ilmupengetahuan Kristen, apa yang merupakan saat-saat yang membukakan mata Anda.

Yang saya ingat—dan ini mungkin merupakan sesuatu yang membukakan mata saya secara perlahan-lahan dan dalam waktu yang lama—adalah bagaimana suatu pemahaman tertentu berkembang di dalam diri saya. Misalnya, saat saya bertugas sebagai Panitia Urusan Publikasi untuk wilayah Oklahoma—mungkin sekitar tahun 1993—saya berbicara kepada seorang Senator mengenai penyembuhan rohaniah dan artinya bagi umat manusia. Dan saya menceriterakan kepadanya tentang seorang wanita muda yang saat itu sedang sakit dan menelpon minta doa penyembuhan rohaniah. Saya hanya minta wanita muda itu untuk berdiam dan merenungkan arti Allah dalam hidupnya saat itu. Dia melakukannya dan sembuh. Jadi saya mengatakan kepada Senator itu bahwa kita semua ingin merasa nyaman, dan kita seharusnya merasa nyaman, karena demikianlah keadaan kita yang sebenarnya. Tetapi yang lebih penting adalah bahwa yang dipelajari wanita muda itu merupakan kesejatian tentang Allah, kehadiran Allah, dan bahwa hidupnya tidak terpisahkan dari kehadiran itu. Bagaimana kita dapat memberi harga untuk pengetahuan yang demikian? Itu tidak terukur.

Dan saya berpikir tentang kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dalam Alkitab. Ya, kita berbicara tentang api dan kita bersyukur mereka tidak cedera. Tetapi ada makna lain dalam kisah tersebut, yang menunjukkan bahwa mereka terbebas dari tangan raja, tidak dikuasai saran bahwa mereka dikendalikan raja. Dan bagi saya ini adalah konsep utama yang merupakan intisari kisah tersebut, karena konsep ini sangat penting dalam penyembuhan. Dengan kata lain—setiap orang dapat berdoa dengan cara ini: “Saya bersifat rohaniah. Saya hanya tunduk kepada pemerintahan Allah, pemerintahan Roh ilahi, Kasih.  Saya tidak tunduk kepada apa pun yang lain.” Kesadaran yang sepenuhnya mengenai hal tersebut berkembang seiring berkembangnya praktek penyembuhan saya. Jadi saat orang minta bantuan saya, saya memiliki kesempatan untuk membantu mereka menyadari peran Allah dalam hidup mereka dan menegaskan, “Saya bersifat rohaniah—berasal dari Allah, Roh—dan tidak ada kuasa kebendaan yang dibuat-buat yang dapat menyentuh saya.”

Dapat dipahami bahwa pemahaman rohaniah kita akan berkembang melalui pembelajaran dan pengalaman. Umumnya orang menjadi lebih terampil melakukan apa saja, setelah melakukannya berulang kali. Coba ceriterakan lebih banyak tentang pertumbuhan dan pengembangan yang Anda lihat dalam praktek penyembuhan Anda sendiri.

Saya rasa di bidang pertumbuhan dan pengembangan, yang menonjol adalah bagian dari definisi rohaniah tentang Musa ini dalam buku Ilmupengetahuan dan Kesehatan: “persatuan keadilan dengan kasih” (hlm. 592). Ny. Eddy berbicara tentang pentingnya persatuan ini lebih dari sekali. Misalnya di buku Miscellaneous Writings, dia menyatakan, “Ilmupengetahuan Kristen menuntut baik hukum maupun injil, untuk membuktikan penyembuhan ….” (hlm. 65). Saya menyadari perlunya keseimbangan ini. Karena seringkali kita memahami kebenaran tentang sesuatu, atau kita benar tentang sesuatu, tetapi tanpa kasih sayang, kita memaksakan kehendak alih-alih membiarkan kuasa Allah yang penuh kasih dan wajar melakukan peragiannya—mendatangkan kebaikanNya yang adil. Misalnya dalam tugas saya terdahulu mewakili Ilmupengetahuan Kristen untuk hal-hal yang berkaitan dengan badan pembuat hukum, saya perhatikan ada orang-orang yang memahami asas-asasnya, tetapi tidak memiliki rasa kasih sayang terhadap orang lain. Dan ada juga orang yang penuh kasih terhadap orang lain, tetapi tidak memahami asas-asas yang diperlukan dan bagaimana menerapkannya. Kita jarang menemukan persatuan antara asas dan kasih sayang. Dengan demikian, sungguh disayangkan bahwa badan pembuat hukum menghadapi banyak kesulitan untuk mencapai solusi yang membangun atas tantangan yang dihadapi negara. Jadi bagian dari pertumbuhan dan pengembangan saya adalah melihat betapa pentingnya persatuan itu—persatuan antara yang tertulis dalam hukum dan semangat yang lemah lembut yang terkandung di dalam hukum itu.

Saya rasa Anda berbicara tentang persatuan Asas dengan Kasih. Hidup sesuai dengan kedua sinonim untuk Allah ini memberi kita pemahaman yang lebih sempurna mengenai apa yang diperlukan untuk membantu sesama.

Ya, saya rasa demikian. Saya pernah berkata kepada  murid-murid di suatu kelas Sekolah Minggu: “Nah, saya taruh nampan perak ini di depan Anda, tepat di tengah meja. Dan pada nampan itu ada noda. Tidak ada orang yang suka pada perak yang bernoda, oleh karena itu kita akan menghilangkan nodanya. Mari kita bawa nampan ini ke bengkel untuk menggerinda nodanya.” Tetapi kemudian murid-murid saya mengatakan, “Jangan!” Saya bertanya, “Mengapa?” Mereka menjawab dengan cepat, “Mungkin perak itu akan cacat.” Nah, mereka melihat bahwa ini sebetulnya tentang kepedulian kita kepada perak itu, dan bukan tentang ketidak-sukaan kita terhadap noda yang menempel di perak itu. Kita ingin menghilangkan noda karena hal itu menghalangi kita untuk melihat identitas perak tersebut, keindahannya yang terpancar—suatu tindakan yang benar. Maka dari itu kita harus berhati-hati dalam menghilangan noda. Karena jika  kita tidak sayang pada perak itu, kita mungkin saja menghilangkan noda tetapi dalam proses tersebut juga merusak peraknya. Analogi itu benar-benar mengena bagi murid-murid Sekolah Minggu tersebut, seperti juga bagi saya selama bertahun-tahun ini.

Melanjutkan analogi itu setapak lebih jauh; ketika kita ke toko membeli pemoles perak untuk merawat barang yang telah dimiliki keluarga kita dan yang kita sayangi, apa yang pertama kali ingin kita baca di labelnya? Kita mencari pemoles yang tidak tidak merusak perak! Dan kita melakukannya karena kita sayang pada perak itu. Kita tidak ingin merusaknya. Jadi demi memelihara keindahan dan kemurnian perak itu—yakni menghilangkan nodanya—kita harus memastikan bahwa kita tidak akan merusak peraknya. Dalam hal ini kita mendapatkan “persatuan keadilan dengan  kasih”—kuasa untuk dengan sesungguhnya memenuhi keinginan yang benar.

Ini mengingatkan saya kepada analogi serupa dalam Alkitab: lalang dan gandum—suatu analogi yang digunakan Yesus dalam salah satu perumpamaannya (lihat Matius 13: 24-30). Perumpamaan itu menggambarkan keadaan di mana benih yang baik—gandum atau “perak”—ditanam di ladang, dengan kata lain, dalam kesadaran. Tetapi benih yang buruk—lalang, atau “noda” telah mencemari ladang itu. Ada orang yang ingin mencabut benih yang mencemari itu, tetapi pemilik ladang menghentikannya. Pemilik ladang itu mengetahui bahwa mereka terutama hanya ingin mencabut lalang, menghilangkan kesalahan yang terjadi. Orang-orang ini menuntut keadilan tetapi tidak memiliki kasih sayang. Pada dasarnya pemilik ladang menyuruh mereka menunggu para penuai—menunggu mentalitas yang bukan hanya memahami perbedaan antara yang benar dan yang salah, tetapi juga memahami bagaimana menghapuskan kesalahan dengan membebaskan yang benar tanpa mencederainya. Para penuai ini termotivasi oleh kasih sayang Kristiani yang murni. Bagi saya hal ini melambangkan praktek penyembuhan Ilmupengetahuan Kristen. Jadi saya belajar untuk menunggu pikiran penuai—persatuan keadilan dengan kasih—sebelum membiarkan diri saya menanggapi sesuatu keadaan. Dan ternyata pendekatan ini membawa banyak berkat.

Kalau ada seseorang yang menelpon Anda karena mereka dalam kesulitan—secara emosional, finansial, mengenai pekerjaan atau keluarga mereka atau kesehatan mereka, tolong jelaskan kaitannya dengan metafora tentang perak tadi.

Baiklah. Anggaplah noda itu sebagai apa yang disodorkan dunia tentang diri kita—saran-saran tentang ketidakselarasan yang kita hadapi. Anggaplah perak sebagai keadaan kita yang sesungguhnya, karya Allah yang menakjubkan. Ilmupengetahuan Kristen menghilangkan noda melalui doa. Dan doa, seperti kita bahas sebelumnya, sebenarnya adalah persatuan antara keadilan dan kasih; berpegang kepada yang sejati dan membuangkan yang palsu tentang ciptaan Allah.

Jadi saat saya menanggapi permintaan bantuan, melalui doa, saya hanya berpegang kepada identitas “perak” itu, kepada keakuan orang itu yang sebenarnya sebagai anak Allah. Dan saya tidak membiarkan noda, saran yang tidak sah, membuat saya berpikir lain. Noda itu tidak sah, tidak memiliki identitas, dan tidak memiliki tempat dalam kerajaan Asas ilahi, Kasih, yang tidak berhingga. Dan saya menegaskan bahwa pasien juga memiliki pemahaman yang memerdekakan ini.

Saya ingat juga sesuatu yang pernah saya lakukan saat mengajar Sekolah Minggu. Saya minta salah seorang murid mengenakan topeng, dan berkata, “Anda tahu siapa orang di balik topeng itu. Dan kalian tidak membiarkan topeng itu membohongi Anda mengenai identitas orang itu.” Mereka menangkap maksud saya!

Jadi noda sebetulnya tidak lebih dari topeng—materialisme yang mencoba menampilkan diri sebagai identitas kita. Tetapi perbuatan yang sia-sia itu tidak pernah bisa menyentuh diri kita, tidak pernah bisa menjadi bagian dari perak murni yang adalah keakuan kita yang rohaniah. Dan jika kita memahami dan berpegang pada kebenaran tentang Allah, dan siapa diri kita sebagai pernyataan Allah, maka tidak ada topeng atau noda, betapa pun hal-hal tersebut menjajakan diri—secara fisik, secara emosi, secara finansial—yang dapat membohongi kita untuk mempercayai sesuatu yang  tidak benar, sesuatu yang tidak menyerupai Allah, sesuatu yang tidak menyerupai kebaikan. Kita melihat suatu keutuhan, kemampuan, dan kelengkapan yang indah, yang tidak dapat disembunyikan dari diri kita oleh noda-noda atau kepercayaan palsu.  Dan dalam terang pemahaman itu pasien melihat dirinya sendiri sebagai perak, dan pemahaman yang salah bahwa identitasnya tercemar—atau bahwa noda itu adalah dirinya—akan hilang dengan sendirinya. Praktek penyembuhan Ilmupengetahuan Kristen mendatangkan pengertian akan fakta bahwa Anda adalah perak.

Dalam film Seabiscuit, ada seekor kuda yang hampir ditembak karena ada masalah dengan kakinya. Tetapi kemudian datang seorang pelatih yang sangat menyayangi kuda. Pada dasarnya dia mengatakan, “Biar saya yang mengurus kuda itu.” Dia memulihkan kesehatan kuda itu. Nah, kuda itu adalah perak yang murni, dan pelatih itu melihatnya demikian. Persatuan keadilan dan kasih yang didatangkan pelatih pada keadaan tersebut merubah keadaan itu secara radikal. Hal itu membawa kesembuhan. Jadi kalau kita mendatangkan semangat persatuan antara keadilan dan kasih untuk melihat perak yang murni, yakni keakuan kita atau orang lain, kepada sesuatu keadaan, maka kita dapat menghapuskan nodanya dan kesembuhan akan terjadi.

Saya tahu adegan di film Seabiscuit yang Anda bicarakan. Contoh yang indah. Di saat orang lain melihat keadaan yang tidak dapat ditolong, Tom Smith, pelatih kuda itu, memiliki naluri yang lembut, tentang apa yang diperlukan untuk mendatangkan perbaikan dan penyelamatan.

Brad, Anda telah menceriterakan beberapa aspek yang mengilhami perjalanan Anda sebagai pelajar Ilmupengetahuan Kristen dalam upaya yang terus menerus—jika saya boleh mengatakan demikian—untuk menjadi penyembuh yang ampuh seperti Yesus dan murid-muridnya dan Mary Baker Eddy. Apa lagi yang Anda pelajari selama perjalanan itu?

Ada beberapa hal. Tapi saya akan mengemukakan yang satu ini. Ada seorang pelatih golf, Manuel de la Torre. Dia bermain dengan Ben Hogan dan pernah menerima penghargaan PGA (Asosiasi Pegolf Profesional) sebagai Guru Terbaik untuk tahun tertentu. Ketika masih muda, de la Torre pulang dari sebuah pertandingan, dan ayahnya, yang mengajarnya, bertanya “Bagaimana Anda mengayun tongkat golf hari ini?” Ayahnya tidak bertanya mengenai hasil pertandingan, karena ia tidak peduli mengenai hal itu. Apa yang ingin diketahuinya adalah apakah Manuel menggunakan asas-asas bermain golf dengan benar. Manuel menjawab, “Saya mengayunkannya dengan baik sekali.” Dan ayahnya menjawab, “Gunakan sisa hidupmu untuk menyempurnakannya.”

Dan inilah makna menjadi penyembuh bagi saya. Sempurnakan pengertianmu.  Artinya, capailah titik di mana tidak ada yang dapat mengganggu hati yang murni melihat Allah dan manusia dalam keadaannya yang sesungguhnya. Saat saya mulai berpraktek, jika saya setia kepada yang saya pelajari dalam Ilmupengetahuan Kristen—setia kepada pemahaman saya tentang kebenaran—biasanya kesembuhan datang. Jadi saya kira kita tidak bisa meremehkan kesetiaan itu. Dan selama bertahun-tahun, saya telah belajar, bahwa salah satu segi kesetiaan adalah menyempurnakan pengertian itu, membawanya ke tingkat yang paling luhur, memastikan tidak ada sesuatu pun—tidak ada noda—yang dapat mengganggunya. Karena seperti halnya dengan golf, kadang-kadang saya dapat mengayun tongkat dengan baik sekali, tetapi apakah saya dapat mengayunnya dengan benar setiap kali? Atau adakah sesuatu yang secara mental mengganggu saya untuk melakukan yang dapat  saya lakukan?

Saya jadi ingat apa yang pernah dikatakan John Madden di Monday Night Football, ucapan yang hebat yang tidak ada yang tahu dari mana asalnya: “Pemain amatir berlatih sampai mereka dapat melakukannya dengan benar. Pemain profesional berlatih sampai mereka tidak dapat melakukan kesalahan.”

Wah, sungguh ucapan yang bagus! Dan saya pikir itulah yang dikatakan ayah Manuel de la Torre perihal menyempurnakan cara mengayun tongkat golf. Manuel tahu cara mengayun tongkat golf. Dia tidak dapat mengayun dengan lebih baik lagi. Tetapi apakah dia dapat melakukan hal itu setiap kali? Dan saya bertanya kepada diri sendiri, apakah saya belajar mengalahkan hal-hal yang hendak mengganggu saya dan menjadikannya sarana yang wajar untuk meneruskan dengan jernih keadilan dan kasih Allah. Atau apakah saya membiarkan sesuatu mengaburkan kejernihan saya sehingga tidak meneruskan terang yang benar akan keadilan dan kasih Allah yang membuangkan noda, dan menampilkan perak yang sesungguhnya? Apakah saya berusaha sedemikian rupa sehingga tidak pernah dapat gagal?

Ini membawa saya kembali kepada apa yang saya pelajari saat memulai praktek penyembuhan. Sesungguhnya, bukanlah seberapa jauh kita telah tumbuh atau seberapa banyak yang kita ketahui, tetapi seberapa besar kesetiaan kita—kesetiaan kita kepada Kebenaran dan Kasih, Allah—yang memberi kita kuasa untuk berbuat baik, kuasa untuk menyembuhkan. Sebagai penyembuh yang masih muda, jika saya setia, saat itu saya memiliki kuasa untuk menyembuhkan sama seperti saat ini. Dan setiap saat kita dapat menyatakan kesetiaan kepada Kebenaran dan Kasih secara total dan tidak berbatas.

Misi Bentara

Pada tahun 1903, Mary Baker Eddy mendirikan Bentara Ilmupengetahuan Kristen. Tujuannya: “untuk memberitakan kegiatan serta ketersediaan universal dari Kebenaran.” Definisi “bentara” dalam sebuah kamus adalah “pendahulu—utusan yang dikirim terlebih dahulu untuk memberitakan hal yang akan segera mengikutinya,” memberikan makna khusus pada nama Bentara dan selain itu menunjuk kepada kewajiban kita, kewajiban setiap orang, untuk memastikan bahwa Bentara memenuhi tugasnya, suatu tugas yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan yang pertama kali disampaikan oleh Yesus (Markus 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Mary Sands Lee, Christian Science Sentinel, 7 Juli 1956

Belajar lebih lanjut tentang Bentara dan Misinya.